August 8, 2024

Cek Harta Kekayaan Calon di Pilkada 2020

Calon pemilih di 270 daerah yang menggelar Pemilihan Kepala Daerah 2020 diharapkan lebih rasional dalam menjatuhkan pilihan pada 9 Desember 2020. Salah satunya, dengan menjadikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara para calon kepala dan wakil kepala daerah sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih. Pelaporan harta kekayaan yang benar menunjukkan kejujuran dan komitmen antikorupsi calon.

Calon pemilih dapat melihat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para kandidat kepala dan wakil kepala daerah melalui menu e-Announcement di laman elhkpn.kpk.go.id. Para calon kepala/wakil kepala daerah telah menyerahkan LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai syarat maju dalam pemilihan kepala daerah.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, Senin (26/10/2020), mengatakan, LHKPN merupakan salah satu instrumen penting bagi pemilih untuk mengecek kejujuran dan sikap antikorupsi calon. Ini bisa diketahui dengan membandingkan antara harta yang dilaporkan di LHKPN dan kenyataan yang terlihat.

”Publik bisa melihat kejujuran dan kebenaran LHKPN calon sebagai salah satu pertimbangan memilih kepala/wakil kepala daerah,” katanya.

Pertimbangan ini penting karena korupsi menjadi salah satu persoalan yang menghambat perkembangan demokrasi di Tanah Air. Maka, memilih pemimpin yang jujur dan berkomitmen antikorupsi sama dengan turut berkontribusi pada perkembangan demokrasi.

Selain itu, peran aktif pemilih dapat mencegah munculnya pemimpin yang korup. Apalagi dengan banyaknya kepala/wakil kepala daerah yang ditangkap dan dihukum karena korupsi.

Hasil olah data LHKPN oleh KPK terhadap 1.472 calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah (bukan 1.474 calon seperti disebutkan di berita sebelumnya) yang memenuhi syarat per 19 Oktober menunjukkan, disparitas harta kekayaan calon dengan harta terbesar dan terendah mencapai Rp 677,5 miliar. Adapun rata-rata harta kekayaan calon Rp 10,6 miliar.

Di antara ribuan kandidat tersebut, 12 calon kepala dan wakil kepala daerah berharta minus. Kandidat dengan harta minus terbanyak, calon wakil bupati Sijunjung, Sumatera Barat, Indra Gunalan, yang melaporkan hartanya minus Rp 3,5 miliar, Kompas (26/10/2020).

Adapun kandidat dengan harta kekayaan terbesar, calon wakil gubernur Kalimantan Selatan, Muhidin, yang besarnya mencapai Rp 674 miliar.

Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan sebelumnya, menuturkan, prinsip pengisian LHKPN adalah penaksiran pribadi. Artinya berapa nilai yang dicantumkan atas harta yang dimiliki, diserahkan sepenuhnya pada penyelenggara negara atau dalam konteks pilkada, pada calon kepala/wakil kepala daerah.

Prioritas utama dari LHKPN, lanjut Pahala, adalah para calon melaporkan seluruh harta yang dimiliki. Adapun pencantuman nilai yang wajar pada beberapa aset, seperti saham, tanah/bangunan, sulit diuji, sehingga jika seluruh harta telah dilaporkan, dinyatakan sudah lengkap.

Jika nantinya ditemukan harta yang nilainya tidak sesuai atau ada laporan dari masyarakat, KPK akan meminta klarifikasi kepada calon. Kandidat harus menunjukkan alasan menuliskan nilai aset dan diminta bukti, seperti pembayaran pajak bumi dan bangunan.

”Tidak ada implikasi apa pun jika harta kekayaan sangat tinggi ataupun sangat rendah. Yang penting dapatnya wajar, bukan berapa jumlahnya,” katanya.

Formalitas belaka

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, LHKPN kandidat masih sebatas untuk memenuhi syarat administratif agar bisa maju dalam pemilihan. Oleh karena itu, penting bagi publik menyampaikan ke KPK jika ditemukan kejanggalan atau ketidakbenaran dalam LHKPN.

”Publik harus sama-sama aktif mengawasi calon, minimal di daerahnya masing-masing. Kalau ditemukan kejanggalan atau ada hal yang tidak benar, dilaporkan,” ujar Egi.

Dengan ikut mengawasi LHKPN, publik sekaligus berperan dalam memberantas korupsi. Sebagai contoh, ketika ada calon, terutama petahana, yang kekayaannya meningkat drastis, melebihi penghasilan yang seharusnya diterima, dapat segera melaporkannya ke KPK untuk dicek. Sebab, bisa jadi peningkatan kekayaan itu diperoleh dengan cara korupsi.

Peneliti hukum dan kebijakan Transparency International Indonesia, Reza Syawawi, menilai, pelaporan LHKPN seharusnya tidak sebatas untuk memenuhi syarat administratif. Ke depan, LHKPN para calon semestinya diverifikasi. Kemudian jika hasil verifikasi menunjukkan informasi dalam LHKPN tidak benar atau justru ada harta yang disembunyikan, pencalonan orang itu semestinya dibatalkan. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 27 Oktober 2020 di halaman 2 dengan judul “Cek Harta Kekayaan Calon”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/10/27/cek-harta-kekayaan-calon-di-pilkada-2020/