August 8, 2024

Desain Pemilu dan Pilkada 2024 Harus Tuntas Mei 2021

Tim kerja bersama yang beranggotakan Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, dan penyelenggara pemilu direncanakan mulai bertugas pekan depan. Tim bekerja selama satu bulan untuk membahas lebih detail penyelenggaraan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilihan kepala daerah serentak secara nasional pada 2024.

Pembentukan Tim Kerja Bersama merupakan salah satu dari dua poin hasil dari rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Kemendagri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (15/3/2021). Tim tersebut dibentuk untuk mematangkan, memantapkan, serta memfinalkan konsep dan desain penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak 2024.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (16/3/2021), mengatakan, pihaknya masih menunggu nama-nama yang dikirim oleh KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk terlibat dalam tim tersebut. Sementara perwakilan dari Komisi II DPR sudah ditunjuk sebanyak 12 orang dan dari Kemendagri diwakili Direktur Jenderal Otonomi Daerah serta Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum.

”Dalam waktu dekat, kami akan meminta nama-nama perwakilan dari KPU, Bawaslu, dan DKPP agar minggu depan tim bisa mulai bekerja,” ujarnya.

Tim kerja bersama, lanjut Doli, akan bekerja selama satu bulan untuk mematangkan, memantapkan, serta melakukan finalisasi konsep dan desain penyelenggaraan pemilu dan pilkada pada 2024. Hasil simulasi dari tim tersebut akan dibahas dalam rapat dengar pendapat di masa sidang April hingga Mei dan menjadi dasar untuk memutuskan konsep penyelenggaraan yang paling tepat dari berbagai alternatif pilihan yang disiapkan KPU.

”Mei sudah harus diputuskan karena seandainya pemungutan suara disepakati Februari 2024 dan persiapan dilakukan 30 bulan sebelum pemungutan suara, berarti tahapan dimulai pada Juli 2021. Persiapannya tinggal tersisa dua bulan sehingga kerjanya harus cepat,” tutur Doli.

Ia menambahkan, tim kerja bersama akan membahas simulasi penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak 2024 secara detail. Masalah-masalah yang muncul pada Pemilu 2019, Pilkada 2015, Pilkada 2017, Pilkada 2018, dan Pilkada 2020 akan turut dipetakan. Pengalaman dari penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya diantisipasi agar tidak terulang pada 2024.

Salah satu permasalahan yang menjadi perhatian, 722 penyelenggara pemilu yang meninggal dan 798 penyelenggara yang sakit karena beban kerja berlebih saat menyelenggarakan Pemilu 2019. Jika penyebabnya adalah kelelahan pada tahapan rekapitulasi suara, bisa diusulkan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) untuk meringankan beban penyelenggara. Itu pun tetap harus memperhatikan kekurangan penggunaan Sirekap pada Pilkada 2020.

Selain itu, persoalan mengenai daftar pemilih tetap menjadi hal krusial yang perlu dibahas secara mendalam. Doli berkeyakinan permasalahan itu berhilir pada administrasi kependudukan sehingga pemilu dan pilkada 2024 menjadi momentum yang tepat untuk melakukan perbaikan.

”Termasuk momentum untuk memastikan masuknya jaringan internet hingga ke daerah pelosok pada 2024,” kata Doli.

Kebutuhan anggaran

Hal lain adalah terkait usulan anggaran sekitar Rp 86 triliun untuk pemilu yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Rp 26 triliun untuk pilkada dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. KPU harus menjelaskan detail penggunaan agar sesuai kebutuhan, tepat sasaran, dan efisien.

”Soal usulan persiapan 30 bulan, tim akan mengkaji apakah memang betul dibutuhkan waktu selama itu karena mungkin ada tahapan yang bisa dipadatkan. Tim akan membahas dan mengkaji sehingga tahu persis kebutuhannya,” ujar Doli.

Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, KPU akan menyiapkan nama-nama perwakilan untuk bergabung dalam tim kerja bersama. Pihaknya berkomitmen untuk berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain agar pelaksanaan pemilu dan pilkada 2024 bisa berjalan lancar.

”Koordinasi dan sinergisitas KPU dengan Bawaslu dan DKPP sebagai satu kesatuan penyelenggara pemilu sudah berjalan baik, termasuk dengan Kemendagri dan DPR,” katanya.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, menuturkan, simulasi penyelenggaraan pemilu dan pilkada 2024 oleh KPU menunjukkan kompleksitas dan kerumitan teknis dalam menyelenggarakan pemilu dan pilkada pada satu tahun yang sama.

Namun, simulasi yang ada maupun pembahasan yang bergulir belum secara komprehensif menjawab dampak kompleksitas itu terhadap kebingungan pemilih dan kesemrawutan kompetisi akibat beban elektoral terlalu berat yang dihadapi kontestan dan pemilih.

Selain itu, dari simulasi oleh KPU terungkap bahwa penyelenggara pemilu tetap membutuhkan dukungan perubahan UU Pemilu dan Pilkada.

Pasalnya, Sirekap ataupun penataan kelembagaan penyelenggara yang diusulkan KPU tidak bisa hanya menggunakan peraturan KPU. Solusi atas kebutuhan itu perlu dituntaskan jauh hari karena jika mepet, apalagi sudah masuk tahapan pemilu dan pilkada, hasilnya tetap tidak bisa optimal.

”Sederhananya, kita masih berkutat pada persoalan prosedural sebagai ekses kompleksitas dan kerumitan elektoral pemilu dan pilkada pada satu tahun yang sama. Namun, kita belum sampai pada aspek substansial, misalnya mengatasi kesulitan pemilih dalam memilih, mengeliminasi tingginya surat suara tidak sah, serta memberikan skema kompetisi yang berkeadilan bagi para calon di tengah kekhawatiran dominasi pilpres yang akan terjadi pada Pemilu 2024,” kata Titi. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/16/desain-pemilu-dan-pilkada-2024-harus-tuntas-mei-2021/