Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) isu strategis kampanye di media sosial. DKI Jakarta menjadi provinsi paling rawan terjadi kampanye bermuatan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), hoaks, dan ujaran kebencian. Peserta pemilu, buzzer, dan tim sukses jadi aktor utama yang melakukannya.
“Secara umum DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi, berdasarkan total jumlah kejadian untuk seluruh indikator kerawanan media sosial baik adanya kampanye SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial,” kata anggota Bawaslu, Lolly Suhenty dalam acara launching pemetaan IKP kampanye media sosial, Bogor (31/10).
Lebih rinci, Lolly memaparkan sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki tingkat kerawanan tertinggi di media sosial, khususnya terkait kampanye Pemilu 2024. DKI Jakarta menempati urutan pertama, dengan skor 75, kemudian Maluku Utara 35,11, Bangka Belitung 34,03, Jawa Barat 11,11, Kalimantan Selatan 0,69, dan Gorontalo dengan skor 0,67.
Di level Provinsi kampanye bermuatan ujaran kebencian adalah indikator yang paling banyak terjadi di media sosial (50%), disusul bermuatan hoaks (30%), dan kampanye bermuatan SARA sebesar 20%. Sementara di tingkatan Kabupaten/Kota kerawanan kampanye di media sosial paling banyak adalah hoaks dengan persentase 40%, muatan kebencian 33%, dan SARA sebesar 27%.
Di tingkat kabupaten dan kota, tingkat kerawanan paling tinggi ada di Kabupaten Intan Jaya dengan skor 19,35, kemudian Kabupaten Malaka 13,12, dan Jakarta Timur dengan skor 12,15. Kepada Provinsi dan Kabupaten/kota yang rawan Lolly menekankan untuk melakukan program pencegahan yang lebih masif dan variatif.
Lolly menyebut aktor utama yang melakukan kampanye di media sosial bermuatan isu SARA, hoaks, dan ujaran kebencian adalah peserta pemilu (Partai politik dan kandidat), tim sukses, buzzer (simpatisan). Sebagai komitmen, melalui kolaborasi dengan berbagai pihak Bawaslu akan mengawasi sosial media dengan maksimal, tidak hanya akun yang terdaftar di KPU saja.
Pasal 280 UU 7/2017 tentang Pemilu, melarang kampanye bermuatan itu. Larangan ini ditujukan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dalam pelaksanaan kampanye, seperti menghina berdasarkan SARA, menghasut, dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat, yang diancam dengan sanksi pidana.
We are Social mencatat jumlah pengguna internet pada 2023 di Indonesia. Angkanya kini sudah mencapai 212,9 juta atau 77 % dari total populasi penduduk. Sebanyak 167 juta atau 60,4 % adalah pengguna media sosial aktif.
“Kolaborasi menjadi kata kunci untuk Pemilu 2024,” ujar Lolly. []