August 8, 2024

DPR Pertanyakan Komitmen Anggaran Pilkada Lanjutan

DPR akan menanyakan komitmen pemerintah mengucurkan anggaran pilkada lanjutan. Anggaran itu penting untuk memenuhi kebutuhan petugas di lapangan akan alat pelindung diri saat melaksanakan tahapan pilkada lanjutan.

Selain membahas Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat akan menanyakan komitmen pemerintah dalam pemenuhan anggaran untuk pilkada lanjutan. Sebab, tanpa kepastian anggaran, pilkada lanjutan tidak bisa dilakukan dengan kelengkapan alat perlindungan diri yang memadai di tengah pandemi Covid-19.

Pada Jumat lalu, KPU telah menerbitkan Surat Edaran No 20 Tahun 2020 tentang Pilkada Lanjutan Tahun 2020 Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19. SE itu dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi penyelenggara di lapangan sebelum diundangkannya Peraturan KPU (PKPU) Pilkada Lanjutan 2020 Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19. PKPU itu baru bisa diundangkan setelah KPU mengkonsultasikan isinya dengan DPR. Sekalipun kesimpulan rapat konsultasi itu tidak mengikat bagi KPU, tetapi kewajiban konsultasi tersebut harus dipeuhi oleh KPU sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, Senin (22/6/2020) ini DPR menjadwalkan rapat konsultasi tersebut dapat dilakukan, setelah jadwal pada Rabu pekan lalu tidak dapat dipenuhi karena tidak mendapatkan izin dari pimpinan DPR.

“Kami akan membahas soal PKPU yang disesuaikan dengan Pandemi Covid-19. Kami akan minta secara detil bagaimana pelaksanaan pilkada itu dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19, Kami memang meminta agar detil teknisnya dipaparkan supaya terukur,” kata Saan.

Terkait dengan PKPU itu, keberadaan anggaran menjadi isu krusial, sebab tanpa anggaran tidak dapat disediakan alat perlindungan diri (APD) untuk memenuhi protokol kesehatan Covid-19. Saan mengatakan, kepastian anggaran itu juga akan ditanyakan di dalam rapat, Senin ini.

“Soal anggaran itu juga akan kami tanyakan, sebab kami mendapatkan informasi, sebagian anggaran itu telah turun. Oleh karena itu, kami ingin memastikan. Besok akan saya tanyakan juga, dan akan saya singgung terkait komitmen tambahan anggarannya,” kata Saan.

Untuk memastikan ketersediaan anggaran tersebut, komitmen pemerintah juga akan ditanyakan di dalam rapat Senin ini. Sebelumnya, pemerintah berkomitmen untuk membantu penyelenggaraan pilkada lanjutan tahap pertama, Juni-Juli, yakni dengan mencairkan uang Rp 1,02 triliun bagi penyelenggara pemilu.

Saan mengatakan, menurut informasi yang diperolehnya, baru sebagian dana yang dicairkan untuk penyelenggaran pilkada lanjutan tahap pertama. Oleh karena itu, untuk memastikan ketersediaan anggaran tersebut, komitmen pemerintah juga akan ditanyakan di dalam rapat Senin ini. Sebelumnya, pemerintah berkomitmen untuk membantu penyelenggaraan pilkada lanjutan tahap pertama, Juni-Juli, yakni dengan mencairkan uang Rp 1,02 triliun bagi penyelenggara pemilu.

Adapun SE No 20 Tahun 2020 tentang Pilkada Lanjutan Tahun 2020 Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19 menyebutkan, personel KPU daerah yang sedang menjalankan tugas mengenakan APD paling kurang berupa masker. Selain itu, bagi mereka yang turun ke lapangan, seperti melaksanakan verifikasi faktual dukungan pasangan calon perseorangan, pencocokan dan penelitian data pemilih, serta pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS), diminta menggunakan APD berupa masker, sarung tangan sekali pakai, dan pelindung wajah.

Sebelumnya, anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, SE itu diterbitkan untuk menjadi panduan bagi penyelenggara pilkada di lapangan sebelum PKPU untuk pilkada di dalam bencana nonalam diundangkan. “Materi di dalam SE itu sama dengan PKPU, hanya saja ini dibungkus di dalam SE,” katanya.

Saan mengatakan, keharusan konsultasi dengan DPR itu tidak mengganggu sosialisasi aturan penerapan protokol kesehatan Covid-19 oleh KPU. Sebab, KPU dengan SE yang telah diterbitkan dapat melakukan sosialisasikan isi PKPU tersebut kepada jajarannya di lapangan.

“Secara prinsip, rapat ini sifatnya konsultasi saja, karena memang setelah diputus oleh MK tidak ada keharusan untuk mengikuti hasil rapat konsultasi ini. Nah, mereka (KPU) sudah bisa menyosialisasikan PKPU tersebut walau secara resminya baru besok (Senin) akan disetujui besok,” kata Saan.

Sikap KPU yang tidak pernah jelas dan tegas untuk menolak dilanjutkannya tahapan pilkada di tengah persiapan yang tidak maksimal sangat disayangkan.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, sikap KPU yang tidak pernah jelas dan tegas untuk menolak dilanjutkannya tahapan pilkada di tengah persiapan yang tidak maksimal sangat disayangkan.

“Harusnya KPU tegas, kalau semua perangkat kesehatan dan anggaran, serta regulasi belum maksimal, sebaiknya tunda dulu tahapannya,” katanya.

Pilkada dengan pemungutan suara yang dijadwalkan berlangsung pada 9 Desember 2020, menurut Fadli, disiapkan terburu-buru, sehingga pilkada tidak berdasarkan realitas faktual di lapangan. “Semua kerja penyelenggaraan pilkada ini menjadi tidak rasional,” katanya.

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz mengatakan, SE yang dijadikan pedoman sementara sebelum PKPU dibahas bersama DPR itu sebaiknya dilengkapi dengan buku saku atau panduan melalui audio visual, sehingga penyelenggara di daerah mendapatkan gambaran utuh bagaimana protokol kesehatan Covid-19 itu disimulasikan di lapangan. Dengan demikian, pedoman itu dapat diikuti dan dipahami dengan lebih baik oleh penyelenggara. (RINI KUSTIASIH)