Sikap Partai Golkar Tetap Konsisten soal RUU Pemilu
JAKARTA, KOMPAS — Fraksi-fraksi di DPR bersiap menyambut voting lima isu krusial RUU Penyelenggaraan Pemilu dalam rapat paripurna, Kamis (20/7). Selisih suara antara anggota fraksi pendukung pemerintah dan fraksi nonpemerintah sangat tipis sehingga satu suara saja menentukan.
Untuk itu, setiap fraksi telah menginstruksikan anggotanya untuk tidak meninggalkan Jakarta pada Kamis dan Jumat (21/7). Sanksi tegas yang bervariasi disiapkan untuk anggota yang tidak hadir dalam rapat paripurna dan anggota yang sikapnya berbeda dengan fraksi.
Alex Indra Lukman, Bendahara Fraksi PDI-P selaku partai utama pengusung pemerintah, mengatakan, sudah merupakan kewajiban bagi semua anggota fraksi untuk hadir dalam voting paripurna. “Itu bukan imbauan lagi, itu sudah instruksi yang akan disertai sanksi,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, kehadiran semua anggota penting untuk menjamin kemenangan. Pasalnya, berdasarkan hitung-hitungan di atas kertas, selisih kekuatan suara sangat tipis.
Ada 282 suara koalisi fraksi pendukung pemerintah (PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan) melawan 174 suara fraksi nonpemerintah (Gerindra, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera). Fraksi Partai Amanat Nasional (49 suara) dan Partai Kebangkitan Bangsa (47 suara) menjadi penentu kemenangan saat voting.
Adapun saat ini, PAN dan PKB cenderung merapat ke barisan fraksi nonpemerintah. Namun, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyinyalir fraksinya terbuka mendukung opsi paket yang didukung pemerintah. “Kami fleksibel, makanya lobi-lobi sampai sekarang masih terus dilakukan,” kata Muhaimin.
Alex mengatakan, potensi suara akan terpecah saat rapat paripurna nanti. Sebab, ada lima paket yang akan divoting. Sementara PKB dan PAN punya usulan paket sendiri di luar paket yang didukung pemerintah dan koalisi nonpemerintah.
Untuk menjamin suara koalisi pendukung pemerintah tidak goyah, Fraksi Partai Hanura bahkan menyiapkan sanksi tegas berupa pemberhentian anggota dari DPR. “Kalau ada anggota DPR yang tidak hadir atau hadir, tetapi memilih paket lain, ditindak tegas. Bisa berhenti dari anggota DPR. Pak Oso (Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang) pasti (memberikan) instruksi tegas,” kata Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana.
Ada kekhawatiran di kalangan fraksi pendukung pemerintah bahwa Golkar akan berbalik arah setelah penetapan ketua umumnya, Setya Novanto, sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik oleh KPK. Namun, Ketua Fraksi Partai Golkar Robert Yopie Kardinal mengatakan, posisi politik Golkar tidak bergeser. “Golkar konsisten. Kami partai yang berbasis sistem, bukan tokoh,” katanya.
Golkar akan tetap konsisten dengan isu ambang batas agar tidak sembarang orang menjadi calon presiden/wakil presiden. Begitu pula dalam melihat empat isu krusial lain yang belum diputus dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu. Sikap Golkar akan tetap sama dengan sikap empat fraksi pendukung pemerintah.
Tidak terbelah
Fraksi Partai Gerindra dan PAN berharap DPR dapat mengambil keputusan terkait lima isu yang belum tuntas dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu dengan cara musyawarah. Ini untuk menjaga agar DPR tidak terpecah belah.
“Harapannya, pengambilan keputusan bisa dengan cara musyawarah, tidak perlu dengan voting (suara terbanyak),” ujar Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Ahmad Muzani.
Menurut Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, jika dalam rapat paripurna 20 Juli musyawarah belum mencapai titik temu, sebaiknya rapat pengambilan keputusan ditunda. Sebab, masih ada waktu hingga 28 Juli sebelum DPR reses. “Jangan niatnya saling menghabisi. Harus gotong royong,” ujarnya.
Meski demikian, hingga kini, posisi Gerindra masih konsisten, menolak pemberlakuan ambang batas presiden. Ambang batas tidak diperlukan lagi, karena sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, pemilu legislatif dan presiden digelar serentak.
Penerapan ambang batas, apalagi yang menjadi acuan hasil Pemilu Legislatif 2014, kata Muzani juga tidak tepat. Sebab, hasil Pemilu 2014 sudah dijadikan ambang batas presiden pada Pemilu Presiden 2014. “Masak hasil yang sudah digunakan untuk pemilu sebelumnya mau digunakan lagi untuk Pemilu 2019,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU tengah bekerja ekstra keras untuk menyiapkan rancangan peraturan KPU selama RUU Penyelenggaraan Pemilu belum diundangkan. “Semua pasal-pasal baru sudah diantisipasi. Misalnya kalau ambang batas nanti seperti apa, verifikasi parpol seperti apa, dan sebagainya,” kata Arief.
(AGE/APA/MHD)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2017, di halaman 2 dengan judul “Fraksi Bersiap Voting”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/07/19/Fraksi-Bersiap-Voting?IFA=e04a3ceecd62e5379e984f8db2e56d9cKCd41d8cd98f00b204e9800998ecf8427eKC11a8fde65315b4c612b21ef10cbcfff9