Penghilangan grafik data perolehan suara dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dalam pemilu. Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang alasan penutupan Sirekap karena banyaknya kekeliruan pembacaan Sirekap hingga menimbulkan prasangka dari public pada KPU tidak dapat dibenarkan.
“Justru, dengan menampilkan perbedaan tersebut, akan membuka seluas-luasnya partisipasi publik dalam mengawasi hasil pemilu dan menjadi cerminan jelas dari ketidaksiapan dari KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2024,” tulis ICW dalam siaran pers “KPU Tertutup, Tak Serius Selenggarakan Pemilu” (13/3).
Menurut ICW praktik jual beli suara merupakan salah satu kecurangan yang berpotensi banyak terjadi, untuk itu KPU harus segera memperbaiki Sirekap dan membuka kembali seluruh informasi yang berkaitan dengan perhitungan suara. ICW memandang ditutupnya informasi dalam Sirekap berpotensi membuka praktik-praktik kecurangan dalam proses rekapitulasi suara.
Selain itu, melalui keterangan tertulisnya ICW mengatakan pihaknya telah melayangkan permintaan informasi mengenai Sirekap tanggal 22 Februari 2024 pada KPU, namun jawaban KPU dinilai sangat mengecewakan. ICW hanya menerima ringkasan yang tidak disertai dokumen dalam bentuk rincian, bahkan ICW hanya menerima jawaban satu kalimat mengenai anggaran Sirekap, yakni:“Anggaran Pembangunan Sirekap Tahap 1 sebesar Rp.3.906.589.500,- (sudah termasuk pajak)”.
ICW meragukan keseriusan KPU dalam membangun teknologi informasi, sedangkan KPU memiliki anggaran yang cukup besar. Semestinya KPU dapat menggunakan dana tersebut untuk membangun teknologi informasi maupun portal layanan informasi publik kepemiluan yang memadai dan transparan.
“Sekali lagi kami tekankan, KPU tidak pernah berniat untuk melaksanakan prinsip transparansi, dan tidak serius dalam menyelenggarakan Pemilu 2024,” tulis ICW. []