December 5, 2024

Isu SARA Tetap Akan Dominan

Peserta Pilkada 2018 Diminta Jaga Persatuan

JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI memprediksi isu yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA masih akan dominan pada kontestasi Pemilihan Kepala Daerah 2018. Polri berharap para peserta pilkada dapat menjamin pesta demokrasi itu tak memecah belah bangsa.

”Menurut perhitungan kami, (isu SARA) masih akan digunakan dalam Pilkada 2018. Namun, kami berharap kontestasi Pilkada 2018 digunakan para peserta untuk membangun bangsa sehingga pesta demokrasi itu bisa benar-benar dinikmati seluruh masyarakat,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Jumat (15/12), di Markas Besar Polri, Jakarta.

Peran masyarakat, ujar Setyo, menjadi faktor terpenting untuk mewujudkan iklim demokrasi yang sehat dalam Pilkada 2018. Atas dasar itu, Polri berharap masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah pusat dan daerah, elite politik, serta partai politik (parpol) tidak menjadikan Pilkada 2018 untuk meruncingkan perbedaan.

Siapa pun pemenang dalam kontestasi politik itu, katanya, harus merajut persatuan dan kesatuan di masyarakat serta tidak melestarikan perbedaan karena berlainan pilihan. Ia menambahkan, persaingan Pilkada 2018 akan mulai terasa Januari 2018.

Sebelumnya, Polri menetapkan lima provinsi sebagai wilayah yang dianggap memiliki kerawanan tinggi dalam Pilkada 2018, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Lebih lanjut, Setyo memastikan, Polri telah berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia untuk menjamin kondisi keamanan dan ketertiban sepanjang tahapan Pilkada 2018. Dari 33 kepolisian daerah (polda), tiga (polda) yang tidak ikut serta dalam pengamanan Pilkada 2018, yaitu Metro Jaya, Papua Barat, dan Yogyakarta. Setyo mengatakan, ketiga polda akan disiapkan untuk memberikan bantuan kepada sejumlah daerah yang mengalami peningkatan ancaman keamanan selama penyelenggaraan pesta demokrasi itu.

”Namun, kami yakin kerja sama TNI dan pemerintah daerah dapat mengantisipasi secara dini ancaman keamanan yang akan terjadi,” katanya.

Peran negara

Menurut Deputi Direktur Bidang Eksternal PARA Syndicate Jusuf Suroso, kehadiran negara menjadi faktor penting untuk menjamin stabilitas bidang sosial dan politik pada 2018. Ketegasan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diperlukan untuk mengantisipasi perilaku melawan hukum oleh kelompok masyarakat yang mengganggu kehidupan demokrasi. ”Negara perlu hadir untuk mengawasi kontestasi Pilkada 2018, terutama untuk mengantisipasi isu-isu sensitif yang mencoreng nilai-nilai demokrasi. Presiden Jokowi tak boleh ragu- ragu luntuk menegakkan hukum kepada pihak-pihak yang ingin menghalalkan segala cara dalam berpolitik,” ujar Jusuf dalam dialog berjudul ”2018: Tahun Erupsi Politik” di Jakarta.

Sejumlah unsur pimpinan PARA Syndicate menjadi pembicara dalam acara itu. Mereka ialah Direktur Eksekutif Ari Nurcahyo, Deputi Direktur Bidang Internal Agung Sulistyo, Kepala Departemen Media Strategis dan Komunikasi Bekti Waluyo, serta Kepala Departemen Riset dan Konsultasi FS Swantoro.

Jusuf mencontohkan, pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017 yang marak dengan konten-konten sensitif dan tidak demokratis selama masa kampanye disebabkan ketiadaan negara dalam menjaga iklim demokrasi saat kompetisi politik itu. Pilkada DKI, tambahnya, menunjukkan indikasi penurunan kualitas demokrasi Indonesia.

Sementara itu, Swantoro menuturkan, penurunan iklim demokrasi Indonesia juga disebabkan perilaku anggota DPR dan parpol gagal menjadi contoh dalam kehidupan berdemokrasi. Alhasil, publik, tidak memiliki kebanggaan dengan dua instrumen politik tersebut.

Hal itu, menurut Swantoro di antaranya, didasari berbagai kasus korupsi yang menjerat tokoh politik serta kualitas kerja legislasi yang rendah, terutama dalam menghasilkan produk undang-undang. Parpol, seharusnya mampu mengontrol sepak terjang kader yang berada di DPR dan pemerintahan.

”Pemerintahan Presiden Jokowi masih memiliki pekerjaan rumah besar, yaitu memastikan institusi, seperti parpol, parlemen, lembaga antikorupsi, komisi konstitusi, dan elite politik, menguatkan kembali demokrasi, bukan justru merusak kehidupan demokrasi,” tuturnya. (SAN)

Sumber : https://kompas.id/baca/polhuk/politik/2017/12/16/isu-sara-tetap-akan-dominan/