August 8, 2024

Jadwal Pemilu Selera Partai Politik

Senin, 24 Januari 2022, Komisi II DPR, Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, telah menyepakati tanggal Pemilihan Umum dan Pemilihan 2024. Yang mana Pemilu dilaksanakan secara serentak pada 14 Februari 2024 dan Pemilihan dilaksanakan pada 27 November 2024.

Namun belakangan ramai-ramai Partai Politik (PKB, PAN dan Partai Golkar) kembali mewacanakan penundaan Pemilu 2024, sungguh ini sebuah ironi dalam demokrasi kita. Dengan mewacanakan penundaan Pemilu oleh Partai Politik hari ini secara terang-terang telah membelokan konstitusi.

Konstitusi secara jelas menyebutkan bahwa pelaksanan pemilu dilaksanakan lima tahun. Dengan adanya usulan partai politik untuk menunda Pemilu 2024 akan membawa konsekuensi menyimpan dari konstitusi sebab akan adanya penambahan  masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden,  anggota DPR, DPD, dan DPRD,  tanpa melalui proses Pemilu. Sejatinya kehadiran konstitusi untuk  melakukan pembatasan kekuasaan sekaligus  kontrol atas penyelahgunaan kekuasaan. Membaca perkembangan partai politik dalam mengusulkan penundaan Pemilu 2024, telah menjadi indikasi bahwa  demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Dan aktor yang terlibat dalam kemunduran demokrasi saat ini adalah Partai Politik.

Siasat kekuasaan

Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pasal 1 UU 8/2008). Membaca pengertian partai politik sebagaimana dirumuskan dalam UU 8/2008 tentang Partai Politik, bisa dimengerti kalau memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota menjadi cita-cita pertama dari partai politik, setelah itu partai politik akan memperjuangkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Maka usulan penundaan Pemilu 2024, bisa dibaca sebagai siasat partai politik untuk memenuhi selera politiknya untuk mempertahankan kursi anggotanya.

Demi memenuhi selara partai politik, tujuan partai politik untuk melakukan komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik  dan pengatur konflik sebagaimana dikemukan Miriam Budiarjo, akan dilaksanakan sesuai selara partai politik. Komunikasi politik yang ditujukan untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat untuk menghargai konstitusi dan berdemokrasi sesuai dengan konstitusi akan menjadi berubah sesuai keinginan partai politik.

Wacana penundaan Pemilu 2024, menjadi alasan kuat bahwa demokrasi yang dijalankan saat ini sesuai dengan selara partai politik. Tentu usulan penundan pemilu bukan usulan kosong belaka tentu hal ini bisa dimengerti, sebab proses untuk memperoleh legalitas politik ditentukan di DPR yang dihuni oleh utusan partai politik. Jika partai politik sebagian besar memiliki selera untuk menunda pemilu 2024 di DPR maka bisa dipastikan itu akan terjadi penundaan.

UU IKN, UU Cipta Kerja, UU KPK adalah contoh-contoh bagaimana kekuatan politik mengalahkan suara rakyatnya.  Dengan adanya siasat partai politik untuk menunda pemilu bisa membuat demokrasi mengalami kematian atau kemunduran. Gejala ini juga salah satu yang disampaikan Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam “Bagaimana Demokrasi Mati”. Kemunduran demokrasi hari ini dimulai di kotak suara. Orang-orang yang terpilih melalui pesta demokrasi malah bersuara mengenai penudaan Pemilu 2024.

Kita bisa mengingat tahun 2020 sebagai tahun bersejarah dalam dunia kepemiluan di Indonesia. Sebab, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggaran pesta demokrasi di tengah pandemi Covid-19.

Saat itu banyak pihak menginginkan penundaan Pilkada 2020. Alasannya, pandemi Covid-19, semakin menggila. Korban terinfeksi virus serta korban nyawa menunjukan jumlah memuncak. Masyarakat diharuskan menerapkan pola hidup baru di new normal dengan menerapkan protokol kesehatan ketat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tapi semua keinginan dan alasan penundaan ini diabaikan penguasa. Pilkada 2020 dilanjutkan sebagai siasat mempertahankan bahkan memperluas kekuasaan.

Kembali berselera hukum

Pada awal Februari 2022, The Economist Intelligent Unit (EIU) merilis laporan indeks demokrasi global untuk tahun 2021. Dalam laporan tersebut skor Indonesia meningkat menjadi 6,71 dari sebelumnya pada 2020 sebesar 6,30. Hal itu membuat peringkat Indeks Demokrasi Indonesia naik dari posisi 64 dunia menjadi 52, dari 167 negara yang diukur (Youtube, Titi Anggraini). Data dari EIU menjadi semangat bahwa proses demokrasi yang diselenggarakan pada pendemi 2020, tidak mengurangai kadar demokrasi Indonesia, bahkan sebaliknya menjadi pemicu peningkatan demokrasi Indonesia.

Maka sudah sewajibnya partai politik sebagai mesin dari demokrasi, bisa sadar untuk menghidupkan demokrasi yang sudah diatur dengan berlapis-lapis ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika usulan penundaan Pemilu 2024 terus diwacanakan dan diaminkan oleh keputusan politik maka partai politik telah mematikan demokrasi yang diperjuangkan selama ini hanya untuk memenuhi selara partai politik.

Selera partai politik jangan sampai mengabaikan konstitusi yang menjadi pedoman bernegara. Demokrasi Indonesia memerlukan penghormatan hukum yang telah dibuat. Sudah saatnya partai politik berselera hukum untuk memanaskan mesin partainya dalam kompetisi 2024. Tawaran gagasan-gagasan dibutuhkan untuk perubahan yang diupayakan melalui jalan pemilu secara demokratis. Partai politik jangan lagi membuat gaduh yang bertujuan untuk meloloskan selerannya agar menunda Pemilu 2024. []

RAHMAT SOUWAKIL

Pegiat Pemilu, Tinggal di Buru Selatan, Maluku