December 21, 2024
Koordinator JagaSuara 2024, Hadar Nafis Gumay memaparkan temuan pemantauan JagaSuara 2024 di Menteng, Jakarta Pusat (2/4). Rumahpemilu.org/Riky MF

JagaSuara: Meski Lebih Baik, Sirekap Masih Kurang Transparan

JagaSuara 2024 menilai sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) kurang memberikan informasi yang cukup transparan terkait rekapitulasi suara karena tidak menampilkan tabulasi atau penghitungan suara berjenjang dari tingkat TPS. JagaSuara menyayangkan Sirekap yang digunakan KPU sebagai alat bantu rekapitulasi suara di Pemilu maupun Pilkada 2024 hanya menampilkan foto C Hasil dari setiap TPS.

“Jadi bahwa sesungguhnya Sirekap yang digunakan sudah jauh lebih baik, tetapi kemudian tidak dibuka secara penuh hasil rekapitulasi sementara atau tabulasi sementara,” kata Koordinator JagaSuara 2024, Hadar Nafis Gumay di Jakarta, (16/12).

Hadar menilai, KPU tidak menjalankan prinsip transparansi yang penuh akuntabilitas dan menunjukkan ketidakprofesionalan KPU. Karena Sirekap yang hanya menampilkan foto C Hasil justru kurang transparan karena masyarakat harus menghitung secara manual untuk mengetahui hasil penghitungan berjenjang.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati juga mengatakan, sebetulnya KPU telah melakukan perbaikan terhadap Sirekap. Namun, ia menyayangkan tidak adanya tabulasi penghitungan oleh KPU. Degan begitu menurutnya, sistem Sirekap yang digunakan saat ini sama saja seperti alat bantu penghitungan suara yang digunakan KPU sebelumnya yakni Sistem Informasi Penghitungan (Situng).

“Kalau rekap itu kan sudah dari data yang dihitung di TPS, lalu kemudian naik ke kecamatan, kecamatan ke kota, kota ke provinsi, lalu nasional, itu namanya rekap,” ungkapnya.

Meski bukan hasil resmi, adanya Sirekap harapannya bisa mengisi ruang penghitungan yang manual dan berjenjang dan publik bisa mengikuti perkembangannya. Namun ketika tabulasi atau rekapitulasi tidak dibuka, hal itu justru menjadi sebuah kemunduran dari sistem informasi yang dibangun KPU serta mengurangi rasa percaya masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.

“Ketika data itu dibuka, transparansi itu ada, maka muncul partisipasi, partisipasi muncul, orang jadi bisa mengumumkan rasa percaya dengan proses penyelenggaraan pemilunya,” tutup Ninis.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.