September 13, 2024

Jokowi Tolak Penghapusan Batas Pencalonan Presiden

NASIONAL
SENIN, 19 JUNI 2017

JAKARTA – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tak kunjung bersepakat tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Presiden Joko Widodo berkukuh tetap ada syarat perolehan suara minimum 20 persen bagi partai atau gabungan partai yang dapat mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden pada 2019. “Kalau yang dulu sudah 20 persen, masak kita mau kembali ke nol,” kata Jokowi di Semarang, Sabtu pekan lalu.

Menurut Jokowi, sistem pemilihan yang konsisten dan sederhana adalah hal penting dalam berpolitik. Pemerintah telah mengundang fraksi-fraksi untuk mendengar argumentasi tersebut. “Kita harus konsisten seperti itu dan saya sudah menugaskan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengawal,” ujarnya.

Keinginan pemerintah tersebut hanya didukung tiga dari 10 fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai NasDem. Adapun Fraksi Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra berkeras ambang batas pencalonan presiden dihapuskan.

Aturan presidential threshold adalah isu terakhir yang dibahas dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu. Rancangan undang-undang ini merupakan gabungan dari tiga aturan pemilihan, yaitu Undang-Undang Pemilihan Presiden, Undang-Undang Pemilihan Legislatif, dan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pada 2019 nanti pemilihan legislatif dan presiden akan digelar serentak.

Selain ambang batas pencalonan presiden, pemerintah dan DPR belum menemukan titik temu pada empat isu krusial lainnya, yakni ambang batas parlemen; sistem pemilihan; metode konversi suara menjadi kursi; serta jumlah kursi per daerah pemilihan. Pembahasan topik krusial tersebut buntu sejak dua pekan lalu. Hari ini, Kementerian Dalam Negeri dan Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu akan kembali bertemu di DPR untuk membicarakan hasil lobi.

Pekan lalu Menteri Dalam Negeri Tajhjo Kumolo terus melobi partai pendukung pemerintah agar mau menyetujui ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Sesaat menjelang buka puasa pada Senin lalu, Tjahjo mengumpulkan Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto, Ketua Fraksi Golkar Robert Joppy Kardinal, dan Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat.

Tjahjo telah menyatakan bersiap mundur dari pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu dan akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) jika partai-partai lain tak menyetujui usul pemerintah tentang presidential threshold. Dia tak mau DPR memutuskannya dalam voting di sidang paripurna. “Kalau sampai buntu, maka kembali ke undang-undang lama,” kata Tjahjo.

Hasilnya, PPP mulai menerima syarat ambang batas 20 persen dari sebelumnya menginginkan hanya di kisaran 10-15 persen. “Kami tidak masalah ambang batas 10 atau 20 persen,” kata Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani.

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengatakan ambang batas pencalonan presiden tak lagi relevan karena pemilihan legislatif akan digelar bersamaan dengan pemilihan presiden. Karena itu, meski menjadi partai pendukung Jokowi, PAN ingin ambang batas pencalonan presiden menjadi nol persen. “Kami memiliki perhitungan sendiri yang argumentasinya jelas,” kata Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu ini.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraeni, berpendapat sama. Ia merujuk Undang-Undang Dasar, yang menyebutkan presiden diajukan oleh partai dan koalisi partai peserta pemilu. “Jika melihat konstruksi pasal ini, seluruh partai politik yang sudah menjadi peserta pemilu berhak untuk mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden,” ujarnya.DANANG FIRMANTO | AMIRULLAH | INDRI MAULIDAR

https://koran.tempo.co/konten/2017/06/19/418267/Jokowi-Tolak-Penghapusan-Batas-Pencalonan-Presiden