April 2, 2025

Kasus Pelanggaran Netralitas ASN Bisa Delegitimasi Pilkada 2024

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Iqbal Kholidin, mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 3.000 dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Pernyataan ini disampaikannya dalam seminar bertajuk “Dinamika Politik Keamanan Jelang Pilkada dan Bayang-Bayang Jokowi dalam Rezim Prabowo” yang digelar di Jakarta, Senin 25 November 2024.

“Rahmat Bagja (Ketua Bawaslu) dengan jelas menerangkan ada lebih dari 3.000 sekian kasus terkait netralitas ASN,” kata Iqbal.

Selain itu, Perludem juga mencatat 165 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa (kades) yang tersebar di 25 provinsi per 28 Oktober. Angka tersebut belum termasuk kasus di tingkat kecamatan, kabupaten, kota, hingga provinsi. Menurut Iqbal, pelanggaran netralitas ini bukan sekadar penyalahgunaan keuangan negara, tetapi juga melibatkan institusi, pejabat publik, kebijakan yang tidak jelas, serta kehadiran pejabat aktif di tempat kampanye.

Iqbal menyoroti kasus terbaru yang menimpa Gubernur Bengkulu yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menyuruh anak buahnya mencari dana guna memenangkan pilkada. Ia menilai praktik ini bukanlah hal baru, melainkan bagian dari budaya korupsi yang terus berulang dalam kontestasi elektoral di Indonesia.

Lebih lanjut, Iqbal memperingatkan adanya ancaman serius terhadap legitimasi hasil Pilkada 2024 akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat negara. Menurutnya, potensi delegitimasi ini terjadi karena pejabat publik, termasuk presiden, tidak menunjukkan sikap netral dan menahan diri dalam dinamika politik menjelang pilkada. Ia menekankan bahwa ketidaknetralan pejabat publik dapat berimbas langsung pada kualitas dan kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilihan.

“Hasil pemilu nanti akan terdelegitimasi karena sikap pejabat publik yang tidak baik akibat kecurangan serta berbagai kekurangan dalam pelaksanaan pemilihan,” ujar Iqbal.

Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat akan terus menyoroti integritas Pilkada 2024. Jika preseden buruk ini tidak ditindak tegas dan dibenahi, maka potensi penyalahgunaan kekuasaan serta penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis akan terus terjadi. Menurutnya, skeptisisme publik terhadap pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil harus dijawab dengan langkah nyata dalam menegakkan aturan serta memastikan netralitas aparatur negara dalam kontestasi demokrasi. []