November 15, 2024

Kemandirian Masih Menjadi Catatan

JAKARTA, KOMPAS –  Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu masih perlu bekerja keras guna meyakinkan publik bahwa kedua institusi itu bisa mempertahankan kemandirian dalam merumuskan peraturan teknis. Kedua instansi itu perlu menjawab keraguan publik dalam penyusunan peraturan teknis yang masih tersisa menjelang Pemilu 2019.

Keraguan masyarakat atas kemandirian KPU dan Bawaslu dalam penyusunan aturan teknis itu tergambar dari hasil penelitian empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepemiluan, yakni Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, serta Indonesia Corruption Watch. Survei bertajuk ”Evaluasi Satu Tahun Penyelenggara Pemilu Periode 2017-2022” tersebut dipaparkan di Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Penelitian yang melibatkan 36 responden berlatar belakang LSM, akademisi, dan wartawan itu terdiri atas 39 pertanyaan yang difokuskan pada tujuh aspek, yakni kemandirian penyelenggara, profesionalitas, keadilan dan imparsialitas, kepastian hukum, inklusivitas dan aksesabilitas, keterbukaan dan partisipasi, serta penilaian umum. Pada aspek selain kemandirian, kedua institusi itu juga mendapat penilaian relatif lebih baik.

Dari sisi kemandirian, sebanyak 58 persen responden menyatakan tidak setuju atau kurang setuju KPU sudah bebas intervensi dari partai politik, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Sementara 39 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju. Untuk pertanyaan yang sama bagi Bawaslu, 50 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju, sedangkan 47 persen menyatakan ketidaksetujuannya.

Responden cenderung menilai negatif KPU dan Bawaslu pada pertanyaan terkait dengan kemandirian dalam tahap penyusunan peraturan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2019. Mayoritas responden menyatakan keraguannya bahwa KPU dan Bawaslu benar-benar bebas dari intervensi parpol, DPR, dan pemerintah.

Namun, mayoritas responden meyakini bahwa KPU dan Bawaslu dalam keseharian di luar tugas penyelenggaraan pemilu sudah terbebas dari kesan terasosiasi dengan kelompok politik ataupun peserta pemilu tertentu.

Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, ada bagian tertentu dari tahapan pemilu yang diperhatikan publik, yakni saat KPU menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait verifikasi faktual semua parpol calon peserta Pemilu 2019 pada saat verifikasi faktual sudah berjalan. Dia berharap KPU bisa terlihat lebih mandiri karena tantangan serupa juga berpotensi muncul di tahapan berikutnya.

Masukan

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, hasil survei itu tidak bertujuan mendelegitimasi institusi penyelenggara pemilu, tetapi bagian dari masukan masyarakat sipil. Masukan ini juga bertujuan memperkuat KPU dan Bawaslu karena kualitas pemilu sangat bergantung pada kedua institusi itu.

Anggota KPU, Viryan Azis, dan Ketua Bawaslu Abhan, yang hadir dalam pemaparan hasil kajian itu, sama-sama menyambut positif survei itu. Keduanya akan mempelajari penelitian tersebut untuk memperkuat kinerja penyelenggara pemilu. Viryan mengatakan, pada tahapan pendaftaran parpol peserta Pemilu 2019, KPU sebenarnya sudah bekerja sesuai Undang-Undang Pemilu. Proses verifikasi dan pendaftaran parpol sudah sesuai dengan prinsip yang ada dalam UU Pemilu.

Namun, dia mengaku masukan masyarakat sipil ini menjadi cerminan bagi KPU. Dia mempersilakan masyarakat untuk melihat putusan-putusan KPU pada masa mendatang, termasuk langkah KPU untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif.

ANTONY LEE

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 9 Mei 2018 di halaman 2 dengan judul “Kemandirian Masih Menjadi Catatan “. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/05/09/kemandirian-masih-menjadi-catatan/