September 13, 2024

Kesampingkan Syarat Prosedural di Perkara Pilkada Sabu Raijua

Mahkamah Konstitusi dijadwalkan akan membacakan putusan tiga perkara sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, pada Kamis (15/4/2021).

Sejumlah pengamat pemilu dan demokrasi berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa mengabaikan aspek prosedural sehingga dapat mengabulkan permohonan para pemohon. Putusan sekaligus diharapkan jadi terobosan hukum bagi masalah dwikewarganegaraan yang terus berulang.

Berdasarkan informasi di laman Mkri.id, MK dijadwalkan membacakan putusan perkara sengketa hasil Pilkada Kabupaten Sabu Raijua pada Kamis pukul 13.30.

Ada tiga perkara yang ditangani MK, yaitu perkara Nomor 133/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1 Nikodemus N Rihi Heke dan Yohanis Uly Kale, perkara nomor 134/PHP.BUP-XIXI/2021 yang diajukan oleh pemantau pemilu Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Sabu Raijua (Amapedo), serta paslon nomor urut 3 Takem Irianto Radja Pono dan Herman Hegi Radja Haba. Para pemohon dalam petitumnya di antaranya meminta MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Sabu Raijua yang menetapkan Orient Patriot Riwu Kore-Tobias Uly sebagai pemenang Pilkada Sabu Raijua 2020. Pemohon juga meminta untuk diselenggarakan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan paslon nomor urut 2 tersebut.

Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso saat dihubungi, Selasa (13/4/2021), mengatakan, agenda pembacaan putusan sengketa hasil Pilkada Sabu Raijua digelar bersamaan dengan putusan sengketa hasil Pilkada Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Fajar tidak mengetahui secara pasti apakah putusan itu merupakan putusan sela atau putusan akhir.

Namun, dalam sidang pemeriksaan bupati Sabu Raijua, MK telah memeriksa termohon, Bawaslu, pihak terkait, saksi ahli, serta pihak pemerintah, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Luar Negeri.

”Agendanya pengucapan putusan tanggal 15 April. Kita tunggu saja nanti putusan apa yang dibacakan,” kata Fajar.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, berharap MK mengesampingkan aspek prosedural, seperti syarat batas waktu pengajuan perkara dan ambang batas perolehan suara, dalam perkara Sabu Raijua.

Sebab, dalam sidang pemeriksaan sebelumnya, MK juga pernah mengabaikan syarat formil batas waktu pengajuan, yaitu saat memeriksa sengketa hasil Pilkada Kabupatan Bandung, Jawa Barat. MK juga mengabaikan syarat ambang batas perolehan suara dalam perkara sengketa hasil pilkada di Kabupaten Boeven Digoel, Papua. Maka, dalam memeriksa perkara Sabu Raijua ini, MK seharusnya tak terbebani dengan aspek prosedural semata.

”Pemohon berharap MK memberikan terobosan hukum di tengah kompleksitas masalah dwikewarganegaraan bupati terpilih Sabu Raijua. Di sisi lain, juga ada aspek penting soal kejujuran warga negara dalam tahapan pencalonan sehingga asas penyelenggaraan pilkada yang jujur tidak terpenuhi,” papar Titi.

Ketidakjujuran Orient dengan statusnya sebagai warga negara Amerika Serikat terungkap dalam proses persidangan. Meskipun diketahui memegang paspor Amerika yang berakhir tahun 2027, dia memilih meminta Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Los Angeles, AS. Pihak KJRI LA hanya mengetahui bahwa Orient memegang izin tinggal tetap (greencard) Amerika Serikat. Mereka tidak mengetahui bahwa Orient juga telah menerima status kewarganegaraan AS karena syarat pekerjaan di perusahaan pembuat kapal perang AS, General Dynamics Nassco.

”Kebuntuan hukum di Sabu Raijua ini muaranya adalah soal ketidakjujuran salah satu paslon terkait status kewarganegaraannya sejak awal proses pencalonan. Maka, MK tidak bisa memaknai syarat batas waktu pengajuan seperti dalam situasi normal. Ada fakta hukum yang tidak terungkap dalam kerangka waktu yang diatur di UU Pilkada,” tutur Titi.

Titi berharap fungsi mahkamah sebagai penjaga konstitusi dan penjaga agar praktik pilkada berjalan demokratis dapat hadir dalam perkara ini. Menurut dia, putusan ini akan menjadi pembelajaran penting bagi pelaksanaan pemilu ke depan. Terutama berkaitan dengan kasus kewarganegaraan ganda serta penekanan pada aspek kejujuran yang harus dilakukan para bakal calon kepala daerah.

Akibat ketidakjujuran itu, terjadi sengketa berlarut-larut sehingga hak warga untuk mendapatkan pemimpin daerah definitif tertunda. Selain itu, apabila MK mengabulkan petitum pemungutan suara ulang (PSU), juga akan muncul konsekuensi biaya yang besar.

”MK adalah institusi yang tepat untuk memberikan kepastian hukum dari kebuntuan yang terjadi di Kabupaten Sabu Raijua. MK sebagai pengadilan konstitusi juga berwenang memastikan pemilihan kepala daerah berjalan sesuai prinsip jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia,” kata Titi menjelaskan.

Sementara itu, peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Ihsan Maulana, mengatakan, dalam persidangan sebelumnya, tren yang terlihat adalah MK semakin progresif dan mengesampingkan syarat prosedural untuk memeriksa substansi perkara perselisihan hasil pilkada. Dalam sejumlah perkara sebelumnya, MK juga mengesampingkan syarat ambang batas dan batas waktu pengajuan. Maka, diharapkan MK tetap konsisten pada sikap progresifnya.

Apalagi, menurut dia, kasus sengketa hasil Pilkada Sabu Raijua ini sangat penting. Sebab, putusan MK akan memberikan pembaruan dalam aspek syarat pencalonan kepala daerah. Jika petitum pemohon dikabulkan oleh MK, MK akan memberikan pelajaran bahwa kejujuran paslon dalam setiap tahapan penting dan tak bisa dinegosiasikan. Jika aspek kejujuran dilanggar, MK dapat membatalkan kemenangan paslon, bahkan mendiskualifikasi dari tahapan pencalonan.

”Namun, jika MK menolak atau tidak menerima perkara ini, justru akan menjadi preseden buruk dan residu ke depan, terutama aspek kejujuran paslon dalam tahapan pencalonan,” kata Ihsan.

Ihsan berharap MK dapat memutus sengketa hasil Pilkada Kabupaten Sabu Raijua dengan mengedepankan keadilan substantif sehingga bisa mengurai problem yang ada. Putusannya pun diharapkan menjadi warisan yang baik untuk tahapan pencalonan ataupun masalah dwikewarganegaraan yang terus berulang Indonesia.

”Harapannya ada perbaikan juga pada sistem pemerintahan, terutama terkait dwikewarganegaraan,” kata Ihsan. (DIAN DEWI PURNAMASARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/04/13/mk-diharapkan-progesif-dalam-putusan-sabu-raijua/