August 8, 2024
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Bogor Jawa Barat, Rabu (6/3). Rumahpemilu.org/Ajid Fuad Muzaki

Ketua MK: Hakim Tak Boleh Cawe-Cawe Pembuktian Sengketa PHPU

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegaskan bahwa hakim tidak boleh ikut campur dalam proses pembuktian sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), baik sengketa pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) maupun pemilu legislatif (pileg). Ia menjelaskan seluruh pembuktian akan dibebankan pada para pihak terkait, hakim tidak bisa memanggil pihak ahli dalam persidangan, karena dalam sengketa PHPU hakim harus bersifat pasif.

“Itu saya tegaskan tidak bisa, jadi semua itu harus dibawa ke persidangan dibuktikan oleh para pihak. Tidak boleh hakim cawe-cawe, harus begini-harus begini, itu tidak boleh,” kata Suhartoyo saat ditemui di Bogor, Jawa Barat (6/3).

Suhartoyo menjelaskan perkara sengketa pileg-pilpres berbeda dengan pengujian undang-undang (Judicial Review). Dalam PHPU terdapat dua pihak yang bersengketa yakni Pemohon dan Termohon, sedangkan pengujian undang-undang yang dipersoalkan adalah norma undang-undang milik publik. Pembuktian dalil-dalil harus dilakukan oleh pihak yang bersengketa, menurutnya jika hakim MK ikut campur maka telah terjadi keberpihakan hakim.

“Hakim nggak boleh berlebih-lebihan sikapnya, kemudian menambah-nambah fakta di persidangan, inisiatif hakim, itu hakim sudah berpihak,” tegasnya.

Selain itu, Suhartoyo juga mengatakan dalam mempersiapkan PHPU, pihaknya telah melakukan simulasi dan mempersiapkan gugus tugas khusus yang sudah diatur dengan detail. Pihaknya juga melakukan mitigasi PHPU dengan analisis perkara berdasarkan permohonan-permohonan tahun-tahun sebelumnya. Ia yakin persoalan PHPU pilpres bisa rampung sesuai waktu yang ditentukan.

“Insyaallah rampung. Kalau hari itu sepertinya absolute limitatif. Nggak bisa ditawar lho,” jelasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 78 huruf a UU MK, putusan PHPU pilpres paling lambat ditetapkan 14 hari kerja sejak permohonan dicatatkan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Sedangkan putusan PHPU anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) paling lambat 30 hari sejak permohonan dicatat dalam BRPK. []