Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera berbenah membentuk pedoman penanganan kekerasan berbasis gender utamanya menghadapi Pilkada 2024. KMPKP juga mengapresiasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas putusan pemberhentian Hasyim Asyari sebagai Ketua KPU karena terbukti melakukan tindakan asusila serta penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
“Sanksi pemberhentian tetap adalah keputusan terbaik untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menjadi pesan yang tegas bahwa tidak ada ruang ataupun toleransi bagi pelaku untuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu di Indonesia” tulis KMPKP dalam keterangan tertulis (5/7).
Dalam Putusan Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 Hasyim terbukti telah menggunakan pengaruh, kewenangan, jabatan, dan, fasilitas negara untuk keuntungan pribadinya. Hasyim juga dianggap memanfaatkan jabatannya sebagai ketua KPU untuk memaksa dan menjanjikan sesuatu untuk melancarkan tindakan asusilanya.
KMPKP mencatat, kasus kekerasan berbasis gender di lingkungan penyelenggara pemilu telah meningkat tajam. Pada periode tahun 2017-2022, DKPP menangani 25 kasus kekerasan seksual, pada 2022-2023 terdapat 4 kasus. Sedangkan pada tahun 2023 meningkat tajam menjadi 54 kasus perbuatan asusila dan 1 pelecehan seksual yang dilaporkan kepada DKPP. Kasus tersebut terdiri dari pelecehan, intimidasi, diskriminasi, narasi seksis terhadap calon perempuan, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual di ranah privat maupun publik.
“Dengan eskalasi kasus yang semakin meningkat, KMPKP menilai bahwa Putusan DKPP ini menjadi langkah tegas sekaligus sinyal yang kuat untuk terus mengukuhkan dan menjaga konsistensi perlindungan perempuan dalam pemilu,” tulisnya.
Lebih lanjut, menurut KMPKP putusan tersebut harus menjadi preseden kedepan untuk ditegakkan dengan konsisten bahwa tidak ada impunitas terhadap pelaku kekerasan seksual, khususnya di ranah pemilu. Hal itu penting agar tidak mengendorkan semangat perempuan menjadi subjek penting dalam pemilu, baik sebagai pemilih, penyelenggara, maupun peserta pemilu.
Selain itu KMPKP meminta publik tetap menghormati, melindungi hak-hak dan privasi korban. Hal itu agar tidak terjebak pada objektifikasi dan eksploitasi korban yang dapat menimbulkan trauma dan eskalasi kekerasan dalam bentuk lainnya terhadap korban. []