Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih melalui siaran pers (23/1) menilai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) lambat dalam memproses pelaporan kecurangan pemilu. Sebelumnya koalisi 12 lembaga masyarakat sipil ini melaporkan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke DKPP. Akibat DKPP yang belum memproses peradilan etik, pelapor tidak mendapatkan kepastian hukum dan praktik kecurangan pemilu ini pun seakan dianggap angin lalu saja.
Atas dasar hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengupayakan tiga desakan kepada DKPP. Pertama, DKPP bertindak cepat, profesional, dan independen dalam menangani pelaporan mengenai dugaan kecurangan tahapan verifikasi partai politik. Kedua, DKPP segera menyidangkan pelaporan mengenai dugaan kecurangan tahapan verifikasi partai politik. Ketiga, DKPP menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tetap bagi terlapor yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar kode etik.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu bersih mendapatkan banyak bukti, baik dokumen maupun elektronik, berkaitan dengan hal tersebut melalui Pos Pengaduan Kecurangan Verifikasi Partai Politik. Polanya hampir serupa di setiap daerah, anggota KPU disinyalir mengancam anggota KPU daerah untuk meloloskan partai tertentu dalam fase verifikasi partai politik, baik administrasi maupun faktual.
12 NGO dalam Koalisi Kawal Pemilu Bersih adalah, ICW, Perludem, CALS, KOPEL, NETGRIT, PSHK, AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, FIK-Ornop, Themis Indonesia Law Firm, PUSaKO FH UNAND, Public Virtue Institute, change.org.
Merujuk situs resmi DKPP (24/1), sama sekali belum ada informasi mengenai laporan pelanggaran kode etik pemilu mengenai kecurangan verifikasi faktual partai politik peserta pemilu Pemilu 2024. Pada menu “Aktivitas”, “Pengaduan”, “Jadwal Sidang”, dan lainnya dalam Situs dkpp.go.id, tidak ada satu pun informasi tindaklanjut dari pelaporan pelanggaran verifikasi faktual partai politik peserta pemilu. []