August 8, 2024

Komisi II DPR Tolak Larangan Bekas Napi Korupsi Ikut Pilkada, KPU Maju Terus

Keinginan Komisi Pemilihan Umum untuk melarang mantan narapidana korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah menemui ganjalan. Komisi II DPR menolak norma itu masuk di Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan karena larangan tak diatur di undang-undang. Namun, penolakan ini bakal diabaikan KPU.

Dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu yang membahas Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/11/2019), sejumlah anggota Komisi II DPR menyampaikan penolakan itu.

Komisi II meminta KPU memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 42/PUU-XIII/2015. Putusan MK itu menyatakan, mantan napi korupsi dapat maju di pilkada setelah lima tahun mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara. Selain itu, mantan terpidana juga harus mengumumkan secara terbuka rekam jejaknya sebagai mantan napi korupsi.

Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengklaim, DPR memiliki semangat yang sama dengan KPU, yakni melahirkan pemimpin yang bebas dari korupsi. Namun, dia meminta KPU untuk membuat aturan PKPU yang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Karena Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan undang-undang lain tidak ada yang mengatur larangan tersebut, jika KPU hendak mengatur persyaratan bagi mantan napi korupsi, harusnya merujuk pada putusan MK.

Keinginan KPU untuk merevisi UU Pilkada agar norma larangan itu masuk di UU pun dinilai Arif sudah tidak mungkin. Pasalnya, awal Desember 2019, tahapan Pilkada 2020 sudah masuk pada tahapan pendaftaran bakal calon pimpinan daerah dari jalur perseorangan. Saat itu, bakal calon sudah harus mengumpulkan persyaratan untuk pendaftaran.

”Kita terkunci oleh waktu. Kalau mau revisi bisa saja, tetapi akan berlaku untuk Pilkada 2024,” kata Arif Wibowo.

Revisi bisa kilat

Namun, argumen Arif tersebut disanggah Ketua KPU Arief Budiman. Menurut dia, jika pembentuk undang-undang, DPR, dan pemerintah memiliki keinginan merevisi UU, revisi tak akan menyita waktu lama.

”Kalau Anda ingat, DPR pernah punya kepentingan yang sama (dengan pemerintah), revisi bisa dilakukan cepat,” kata Arief Budiman menyinggung revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berlangsung kilat di pengujung DPR periode 2014-2019.

Lagi pula, kalaupun langkah revisi ditempuh, dia melihat ruang waktu untuk revisi masih memungkinkan. Berbeda dengan Arif, dia menilai, revisi masih bisa dilakukan hingga Juni 2020. Sebab, tahapan pendaftaran calon baru dilakukan pada bulan tersebut.

Sekalipun larangan bagi mantan napi korupsi di PKPU ditentang Komisi II DPR, Arief mengatakan, KPU tak akan mencabut norma itu dari PKPU Pencalonan. Bagi KPU, norma pelarangan persyaratan tersebut adalah upaya mengisi ruang kosong yang tidak diatur UU Pilkada.

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa dasar pencantuman pelarangan pencalonan mantan napi korupsi di pilkada diadopsi dari persyaratan calon presiden.

”Pemilu kita ini, kan, jelas untuk memilih presiden, DPD, DPR, dan kepala daerah, mestinya, kan, punya regulasi yang sama. Kan, mereka nanti berpartner dalam menjalankan pemerintahan,” katanya.

Hal lain, norma itu dihidupkan oleh KPU berangkat dari fakta banyaknya kepala daerah mantan napi korupsi yang kembali melakukan tindak pidana korupsi setelah terpilih dalam pilkada.

KPU, Arief menekankan, tidak khawatir jika norma tersebut kelak digugat ke lembaga peradilan. KPU akan tetap membuat norma itu di PKPU Pencalonan.

Tidak heran 

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini tidak heran dengan sikap Komisi II DPR. Bahkan, sejak KPU memasukkan norma itu, dia sudah pesimistis DPR bakal menyetujuinya.

Sebab, sejak awal diskursus terkait norma itu muncul, selalu ada saja argumentasi dari kalangan DPR untuk tidak mengatur hal tersebut. ”Mulai dari alasan perlindungan hak asasi politik mantan napi sampai adanya putusan MK yang sudah menjamin pemenuhan hak politik mantan napi,” katanya.

Namun, dia mendorong KPU untuk tidak surut. Dia mendukung KPU mengatur larangan bagi mantan napi korupsi. (SATRIO PANGARSO WISANGGENI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/11/11/komisi-ii-dpr-tolak-larangan-mantan-napi-korupsi-kpu-maju-terus/