August 8, 2024

Komnas Perempuan: Penyelenggara Pemilu Harus Wujudkan Sistem Bebas dari Kekerasan Seksual

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak penyelenggara pemilu mewujudkan sistem yang bebas kekerasan seksual. Hal itu menyusul Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 90/PKE-DKPP/V/2024 yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap pada Ketua KPU, Hasyim Asyari pada Rabu, 3 Juli 2024.

“Komnas Perempuan menilai bahwa keputusan tersebut merupakan langkah maju penyelenggara pemilu dalam melaksanakan komitmen penghapusan kekerasan seksual, sejalan dengan mandat UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” kata Komnas Perempuan dalam keterangan tertulisnya (5/7).

Komnas Perempuan menilai, sanksi tegas tidak hanya akan menguatkan proses pemulihan korban, namun juga menguatkan korban-korban lain pada peristiwa serupa untuk melaporkan kasusnya. Selain itu, putusan tersebut juga dapat menjadi pesan kuat DKPP kepada seluruh penyelenggara pemilu untuk tidak melakukan kekerasan seksual.

“Komnas Perempuan juga mengapresiasi keberanian dan mendukung langkah korban untuk mengeklaim hak keadilan dan pemulihannya atas kekerasan seksual yang dialami dalam pekerjaannya sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN),” lanjutnya.

Komnas Perempuan mencatat, kasus kekerasan seksual dalam proses penyelenggaraan pemilu seperti puncak gunung es. Menurutnya, saat ini kekerasan yang dialami korban kerap tidak dilaporkan karena tebalnya relasi kuasa antara korban dan pelaku. Terlebih, perangkat hukum juga tidak serta merta memberikan perlindungan karena relasi kuasa.

Merespon hal itu, Komnas Perempuan merekomendasikan perbaikan sistematis dengan penegasan larangan setiap bentuk kekerasan berbasis gender dan seksual dalam KEPP. Selain itu, penyelenggara pemulu juga perlu membangun kebijakan, pedoman, dan mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender dan seksual.

“Keterlibatan aktif penyelenggara pemilu dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia adalah bagian dari pelaksanaan UU No. 7 Tahun 1984 yang memuat ratifikasi CEDAW,” tandas Komnas Perempuan. []