JAKARTA, KOMPAS — Kompromi mengenai sejumlah isu krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu diyakini masih bisa dilakukan. Proses pengambilan keputusan di rapat Panitia Khusus RUU Pemilu, Kamis (8/6), diharapkan tidak berujung pada voting, tetapi tetap mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meyakini, fraksi-fraksi lainnya di pansus, yang saat ini berseberangan sikap dalam sejumlah isu krusial RUU Pemilu, dapat diajak berkompromi untuk mengambil keputusan yang satu. Ada lima isu krusial yang menurut rencana akan dibahas dan diputuskan dalam rapat Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis pagi ini.
Kelima isu itu adalah sistem pemilu legislatif, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi DPR.
“Kalau semangat semua fraksi dan pemerintah menggunakan musyawarah untuk mufakat, saya kira Kamis ini dalam satu kali rapat tidak bisa putus. Arah kompromi sebenarnya sudah ada, tetapi, kan, belum diambil keputusan dan tidak mungkin dibuka kepada publik,” papar anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo.
Ia mengatakan, agenda rapat Pansus RUU Pemilu hari ini sebaiknya fokus mendengarkan pandangan dan sikap pemerintah terlebih dahulu. Pemerintah, ujarnya, memiliki porsi sikap 50 persen dalam pembuatan legislasi. “Kami harap pemerintah dapat menyampaikan sikap yang tegas karena isu-isu krusial ini terkait dengan politik pembangunan pemerintah,” kata Arif.
Beberapa isu, menurut dia, dapat dikompromikan. Seperti ambang batas pencalonan presiden yang tetap dipertahankan, tetapi batas angkanya diturunkan. Selain itu, ada pula ambang batas parlemen yang dapat dikompromikan di angka 4 persen atau 5 persen perolehan suara sah nasional.
Sebelumnya, sejumlah fraksi, seperti PAN dan PKB, menilai mekanisme pengambilan keputusan bisa saja berujung voting dengan melihat opsi yang dipilih oleh suara terbanyak di pansus atau voting. “Kami coba lagi bermusyawarah, mencari titik temu. Kalau bisa untuk isu-isu di RUU itu, jangan diputuskan dengan mekanisme suara terbanyak,” kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN yang juga Wakil Ketua Umum PAN Taufik Kurniawan.
Adapun semalam, ketua umum enam partai dari total tujuh partai yang hadir (Demokrat diwakilkan) mengadakan pertemuan untuk membicarakan hal-hal seputar RUU Pemilu sekaligus persiapan menyambut rapat untuk membahas lima isu krusial, besok. Pertemuan itu menyepakati dua hal, yaitu agar isu-isu diputuskan secara musyawarah mufakat (bukan voting) dan partai-partai sepakat untuk saling mengalah dan berkompromi. Selain Demokrat, enam partai lain adalah PKB, PAN, PPP, Gerindra, PKS, dan Hanura.
(AGE/APA/MHD)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Juni 2017, di halaman 2 dengan judul “Kompromi Diyakini Masih Bisa Dilakukan”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/06/08/Kompromi-Diyakini-Masih-Bisa-Dilakukan