August 8, 2024

KPI Jawa Timur: Perlu Perda Khusus dan Kolaborasi untuk Atasi Stunting dan Perkawinan Anak di Jombang

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Jawa Timur menyebut perkawinan anak menjadi salah satu penyumbang tingginya stunting di Kabupaten Jombang pada tahun 2023. Hal itu didasarkan atas temuan kolaborasi pemantauan audit sosial antara KPI Jawa Timur dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Menurutnya, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Jombang perlu memiliki sistem data terpadu stunting agar intervensi bisa dilakukan secara menyeluruh dan terukur.

“Sampai saat ini belum memiliki data terpadu soal stunting dan data perkawinan anak yang berpotensi melahirkan balita stunting, sedangkan kasus prevalensi balita stunting di Kabupaten Jombang pada tahun 2022 mencapai 22,1%,” ujar Anggota KPI Jawa Timur, Fifi Rohmah saat “Launching Temuan Hasil Pemantauan Kebijakan Pemerintah Daerah melalui Audit Sosial” (31/3).

Fifi menjelaskan, pada tahun 2023 anggaran penanganan stunting Kabupaten Jombang dari Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) sebesar 4,47%. Dari 72 indikator Percepatan Penurunan Stunting (PPS) yang ditetapkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persentase capaian kebijakan sebesar 88%, berdasarkan itu ditetapkan 20 desa sebagai prioritas intervensi penanganan stunting.

Kemudian lanjut Fifi, dalam Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) terdapat alokasi anggaran 10%-14% untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dalam rangka percepatan penurunan stunting skala desa. Namun alokasi dana sebanyak 10 juta untuk 20 bayi stunting, dengan alokasi PMT masing-masing penderita stunting senilai Rp.15.000 hanya cukup untuk 12 hari.

“Setelah 12 hari selesai tidak ada lagi PMT yang bisa diberikan, karena anggaran dari dana desa sudah tidak mencukupi, hal ini berpotensi penderita stunting dijumpai kembali berulang,” jelas Fifi.

Fifi menilai, pemberian PMT secara langsung pada balita penderita stunting dan ibu hamil yang mengalami kurang energi kronis (KEK) berupa makanan pokok tanpa susu masih sebatas penyaluran PMT saja, tanpa disertai pendampingan yang optimal pada keluarga penderita. Selain itu sosialisasi pemerintah desa tentang sanitasi yang layak untuk mencegah stunting serta menciptakan desa aman pangan melalui konsumsi pangan lokal juga belum berjalan optimal. Sejauh temuannya PMT masih cenderung menggunakan produk pabrikan.

Selain itu, Fifi juga menyoroti tingginya angka perkawinan anak di Jombang, sepanjang tiga tahun terakhir dari 2021 hingga 2023 angka dispensasi nikah (pemberian izin perkawinan oleh pengadilan kepada calon suami atau isteri yang belum berusia 19 tahun) mencapai 1.225 kasus. Ia memandang anggaran sebesar 25% dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) berupa Bantuan Operasional Perlindungan Anak (BOPA) untuk sosialisasi pencegahan perkawinan anak masih sangat minim.

“Pemerintah desa masih tetap memberikan layanan administrasi untuk pengajuan dispensasi nikah tanpa ada edukasi pada masyarakat,” jelasnya.

Atas temuan audit sosial tersebut KPI Wilayah Jawa Timur dan Perludem merekomendasikan perlunya Perda khusus tentang perlindungan anak yang terpisah dari Perda Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) Kabupaten Jombang. KPI Jawa Timur juga memandang pentingnya pelibatan masyarakat sipil dalam setiap tahap melalui kolaborasi pentahelix. Melalui itu masyarakat akan dapat merasakan hadirnya pemerintah sebagai mitra dalam mengatasi persoalan perkawinan anak dan stunting.

“Pemahaman tentang regulasi pencegahan perkawinan anak harus terus menerus dilakukan kepada unsur masyarakat dan unsur pemerintah mulai dari tingkat desa,” pungkasnya.

Sebagai informasi, inisiatif audit sosial dilatarbelakangi pada penunjukkan Pj gubernur yang tidak transparan dan partisipatif, sehingga memungkikan mengurangi akuntabilitas penjabat kepada Publik. Atas dasar itu mitra Perludem di beberapa provinsi melakukan pemantauan kebijakan melalui mekanisme audit sosial. []