August 8, 2024

KPK Diminta Awasi dan Cegah Korupsi Saat Pilkada Serentak

Untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pelaksanaan pilkada, KPK bekerja sama dengan Bawaslu diminta mengawasi jalannya Pilkada 2020. Pilkada rawan akan politik uang dan penyalahgunaan anggaran bantuan sosial.

Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengawasi jalannya pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 9 Desember. Pilkada di masa pandemi ini rawan praktik korupsi, terutama terkait politisasi bantuan sosial bagi masyarakat.

KPK pun diminta untuk dapat mengawasi dan mencegah terjadinya praktik  korupsi tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD secara khusus meminta KPK aktif mengawasi jalannya pilkada serentak 2020. Dalam webinar internasional bertema ”An Election in The Time of Pandemic: Protecting the Quality of Democracy and Potential Corruption”, Mahfud meminta semua pihak agar memberi masukan atas potensi korupsi yang terjadi selama pelaksanaan pilkada serentak. Masukan tersebut penting untuk menciptakan pilkada yang berkualitas dan tanpa korupsi.

”Silakan beri masukan, bagaimana mencegah korupsi dalam pelaksanaan pilkada serentak 2020. Meskipun dilaksanakan di era pandemi Covid-19, kami berharap kualitas pilkada tidak menurun,” kata Mahfud, Kamis (25/6/2020).

Sebelumnya, KPK juga sudah menyampaikan terkait potensi korupsi yang rawan dilakukan oleh petahana yang maju dalam pilkada serentak 2020. KPK menilai bahwa potensi korupsi bantuan sosial (bansos) sangat besar. KPK khawatir petahana menggunakan anggaran bansos untuk mendulang basis suara. Selain itu, juga ada potensi petahana mengintervensi lelang atau tender proyek agar mendapatkan komisi yang dapat digunakan untuk dana kampanye (Kompas, 29 April 2020).

Mahfud kembali menegaskan bahwa pilkada tidak bisa ditunda karena tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi akan berakhir. Apalagi jika pilkada ditunda terlalu lama, penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan secara definitif untuk membuat kebijakan strategis. Pada saat kepala daerah resmi menjadi calon kepala daerah, mereka akan mengajukan cuti. Kemudian, kepala daerah akan diganti oleh penjabat kepala daerah yang memiliki kewenangan terbatas.

”Pemerintah, DPR, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sudah memutuskan untuk tidak mundur lagi (pilkada serentak) dari 9 Desember 2020. Salah satu alasannya adalah menghindari kepala daerah di-plt-kan terus, karena Plt (pelaksana tugas) tidak memiliki kewenangan definitif,” kata Mahfud.

Pilkada tidak bisa ditunda karena tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi akan berakhir. Apalagi jika pilkada ditunda terlalu lama, penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan secara definitif untuk membuat kebijakan strategis.

Mahfud juga meminta masukan bagaimana meningkatkan partisipasi pemilih di masa pandemi. Bagaimana seharusnya teknologi diterapkan untuk membantu pelaksanaan pilkada dalam suasana krisis kesehatan masyarakat.

Rekomendasi

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari menambahkan, diskusi internasional itu berupaya menampung sejumlah gagasan untuk menciptakan pilkada yang berkualitas di masa pandemi. Beberapa hal yang dibahas, di antaranya, adalah pencegahan politik uang dan upaya menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat tanpa mengurangi kualitas pilkada.

Dalam diskusi tersebut terungkap, di sejumlah negara, politisasi dana bantuan sudah terjadi di pemilu yang terjadi di masa pandemi. Feri menyebutkan bahwa di Amerika Serikat yang akan melakukan pemilihan presiden tahun ini ada dugaan politisasi dana bantuan Covid-19 oleh Presiden Donald Trump.  Trump diduga menandatangani langsung cek bantuan Covid-19 untuk warga AS. Hal itu disinyalir sebagai politik bantuan sebelum pemilihan presiden November mendatang.

”Di Indonesia, juga ada celah hukum yang membuka ruang untuk politisasi dana bansos. Selain itu, dana tambahan untuk pelaksanaan pilkada di masa pandemi pun juga harus diawasi agar tidak diselewengkan,” kata Feri.

Menurut Feri, hasil dari diskusi tersebut akan disimpulkan dan dirumuskan sebagai bahan rekomendasi kepada Menko Polhukam. Terkait dengan peran KPK untuk mengawasi politik uang dan korupsi di masa pandemi Covid-19 ini, Feri mengatakan perlunya sinergi antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPK dalam hal ini. Sebab, penanganan dugaan politik uang merupakan kewenangan Bawaslu.  Agar KPK dapat optimal dalam melakukan pencegahan dan pengawasan, kedua institusi tersebut harus bekerja sama. (DIAN DEWI PURNAMASARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2020/06/25/kpk-diminta-awasi-dan-cegah-korupsi-saat-pilkada-serentak/