August 8, 2024

KPU Diminta Simulasikan Pemilu dan Pilkada 2024

Komisi II DPR akan meminta Komisi Pemilihan Umum membuat simulasi penyelenggaraan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 2024. Simulasi penting untuk melihat desain pelaksanaan sekaligus mengantisipasi masalah yang mungkin muncul dengan tiga jenis pemilu digelar pada tahun yang sama.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (18/2/2021), mengatakan, Komisi II perlu melihat desain dan konsep penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg), pemilu presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2024 menyusul revisi Undang-Undang Pemilu yang kemungkinan besar tidak jadi dilakukan.

Karena itu, Komisi II berencana mengundang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri untuk mendorong agar simulasi tersebut digelar oleh KPU.

Melalui simulasi, akan terlihat potensi permasalahan dari digelarnya tiga jenis pemilu itu pada tahun yang sama. Dengan demikian, potensi masalah bisa diantisipasi melalui peraturan teknis, baik peraturan yang diterbitkan KPU maupun Bawaslu. Nantinya, Komisi II dan pemerintah bisa sekaligus memberi masukan untuk peraturan teknis itu karena penyusunannya harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah.

Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, mengatakan, sejumlah hal yang perlu dijadikan pertimbangan dalam menyusun simulasi antara lain tahapan pileg dan pilpres yang harus dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara serta penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih paling lambat 14 hari sebelum masa jabatan habis pada 20 Oktober 2024.

Oleh karena itu, tahapan pemilu menurut rencana dimulai Juli 2022 dan pemungutan suara pada Maret 2024.

”Pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dilakukan pada Maret, bukan April seperti Pemilu 2019, untuk mengantisipasi potensi pilpres dua putaran karena jumlah paslon (pasangan calon) tidak bisa diprediksi sejak awal,” ujarnya.

Adapun tahapan Pilkada 2024 akan dimulai pada Oktober 2023 atau 11 bulan sebelum pemungutan suara pada November 2024. Khusus tahapan pencalonan di pilkada perlu dimulai pada Agustus 2024 atau setelah seluruh tahapan pileg tuntas dilaksanakan.

Tetap butuh UU

Namun, Pelaksana Tugas Ketua KPU Ilham Saputra tetap berharap ada payung hukum berupa undang-undang (UU) demi perbaikan teknis pemilu dan pilkada pada 2024. Salah satunya, penggunaan teknologi informasi pendukung kerja penyelenggara. Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), misalnya, yang juga pernah diterapkan di Pilkada 2020, harus diatur lebih rinci di UU.

Selain itu, penting dicari formulasi tepat agar persoalan seperti Pemilu 2019 tidak terulang. Dua persoalan utama, yakni kelelahan penyelenggara ad hoc dan isu pileg yang kala itu terpinggirkan isu pilpres, harus diantisipasi.

KPU pun mengusulkan beberapa tahapan disederhanakan, misalnya pendaftaran parpol bisa lewat aplikasi yang telah dibuat KPU, yaitu Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Selain itu, tahapan pencocokan dan penelitian daftar pemilih dapat dilakukan secara elektronik. Demikian pula usulan teknologi informasi, termasuk pelaporan dana kampanye, lewat Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), dan distribusi logistik lewat Silog (Sistem Informasi Logistik).

Ia kembali menekankan, semua aplikasi teknologi yang telah dibuat KPU itu membutuhkan payung hukum UU.

Problem UU Pemilu

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari dalam webinar bertajuk ”Telaah Politik-Hukum dari Batalnya Rencana Revisi UU Pemilu” menilai, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu belum memenuhi semangat konstitusional. Hal-hal yang diatur dalam UU belum sesuai dengan keinginan masyarakat.

Tujuan menyerentakkan pileg dan pilpres seperti untuk menghemat anggaran pun tidak terjadi pada Pemilu 2019. Penghematan yang diasumsikan dari honor penyelenggara dan biaya kertas untuk pemilihan tidak tercapai. Anggaran yang dihabiskan untuk pemilu pun mencapai Rp 25,7 triliun atau naik dua kali lipat dibandingkan dengan Pemilu 2014.

”Masyarakat sudah mengingatkan ada masalah-masalah di dalam UU Pemilu,” ujarnya.

Selain persoalan itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati memprediksi, kebingungan pemilih dalam menjatuhkan pilihan atau menyoroti visi dan misi para peserta pemilu di Pemilu 2019 akan terulang pada 2024. Apalagi pada 2024, gelaran pileg dan pilpres ditambah pilkada. Implikasi lainnya, isu lokal dikhawatirkan terpinggirkan oleh isu nasional. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 19 Februari 2021 di halaman 2 dengan judul “KPU Diminta Simulasikan Pemilu dan Pilkada 2024”.