August 8, 2024

KPU Dukung Wacana Pemisahan Pemilu

Komisi Pemilihan Umum merespons positif wacana pemisahan keserentakan antara pemilu presiden dan pemilu legislatif yang mengemuka di dalam Kongres V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Bali. Usulan untuk memisahkan pemilu presiden dan pemilu legislatif itu juga merupakan salah satu rekomendasi KPU kepada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat setelah berkaca dari penyelenggaraan Pemilu 2019.

Anggota KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, KPU merekomendasikan agar pemilu dibagi ke dalam dua jenis, yakni pemilu nasional dan pemilu lokal. Varian mengenai bagaimana pemilu itu dibagi ke dalam dua jenis itu beragam. Namun, pada prinsipnya, KPU menilai perlu ada pemisahan jenis pemilu.

”Pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPR. Adapun pemilu lokal itu meliputi kepala daerah, DPRD kota/kabupaten dan provinsi. Rekomendasi itu kami sampaikan sebagai bagian tak terpisahkan dari hasil evaluasi Pemilu 2019,” kata Wahyu, Rabu (14/8/2019), di Jakarta.

Pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal tidak akan bertentangan dengan prinsip-prinsip keserentakan pemilu. ”Pemilu lokal dan pemilu nasional itu juga serentak. Jadi keserentakannya terjaga. Hanya saja, tak dilakukan semuanya pada saat yang sama atau berbarengan,” ujarnya.

Penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu lokal itu pun masih mengikuti siklus lima tahunan karena dilakukan dalam tahun yang sama, tetapi dalam hari dan waktu yang berbeda. Misalnya, pemilu nasional dilakukan pada tahun 2024 dan demikian pula pemilu lokal.

”Jarak waktu yang moderat untuk penyelenggaraan dua jenis pemilu itu mungkin sekitar tiga bulan,” kata Wahyu.

Rekomendasi pemisahan pemilu itu disampaikan KPU dengan pertimbangan salah satunya adalah kesesuaian antara volume kerja dan kemampuan manusiawi penyelenggara pemilu. Beban kerja yang berat Pemilu 2019 mengakibatkan ratusan petugas lapangan meninggal.

Model pemisahan pemilu yang diusulkan KPU berbeda dengan sikap politik PDI-P. Pemisahan pemilu versi PDI-P didasarkan pada keterlibatan institusi kepartaian. Yaitu, pilpres diselenggarakan berbarengan dengan pemilihan anggota DPD karena yang dipilih perseorangan. Adapun untuk DPR serta DPRD kota/kabupaten dan provinsi diselenggarakan berbarengan. Berikutnya, ada pilkada. Ketiga pemilu itu digelar di tahun yang sama, tetapi waktu yang berbeda.

Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan, kalangan masyarakat sipil cenderung sepakat adanya pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal. Adanya keserentakan dalam pemilihan pejabat eksekutif dan legislatif itu membuat pemisahan pemilu tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyatakan pemilu dimaknai serentak antara eksekutif dan legislatif.

”Jangan kemudian terlalu kaku, pemilu serentak lima kotak. Sebab, di konstitusi sendiri tidak ada disebutkan pemilu itu satu, dua, atau lima kotak,” kata Hadar.

Di samping beratnya beban kerja, penyelenggaraan pileg dan pilpres serentak seperti pada Pemilu 2019 berimplikasi pada kurangnya perhatian pada pileg.

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 15 Agustus 2019 di halaman 2 dengan judul “KPU Dukung Wacana Pemisahan Pemilu “. https://kompas.id/baca/utama/2019/08/15/kpu-dukung-wacana-pemisahan-pemilu/