September 13, 2024

KPU Rekomendasikan Rekapitulasi Elektronik

Komisi Pemilihan Umum merekomendasikan sistem rekapitulasi elektronik sebagai dasar penetapan hasil pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden-wakil presiden mulai 2024, menggantikan cara manual yang berlaku selama ini. Untuk 270 pemilihan umum kepala daerah serentak di 2020, penerapan rekapitulasi elektronik akan dilakukan secara selektif, yakni pada daerah yang siap.

Rekomendasi tersebut disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Presiden Joko Widodo pada saat audiensi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019). Rekomendasi tersebut adalah bagian dari laporan KPU yang secara keseluruhan mencakup tiga hal, yakni pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) legislatif dan presiden-wakil presiden (wapres), persiapan pelaksanaan pemilu kepala daerah serentah 2020, dan tata kelola kelembagaan KPU.

Ketua KPU Arief Budiman hadir bersama enam anggota KPU dan Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman Hakim. Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, mendampingi Presiden dalam kesempatan itu.

Menjawab pertanyaan wartawan usai pertemuan, Arief menjelaskan, pertimbangan KPU merekomendasikan penerapan rekapitulasi elektronik adalah karena model itu diyakini lebih efisien, akurat, dan transparan. Efisiensi yang dimaksud setidaknya meliputi waktu, biaya, dan tenaga.

Untuk waktu misalnya, rekapitulasi pemilu legislatif dan pemilu presiden-wapres dengan cara manual dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga nasional sebagaimana terjadi pada 2019 baru tuntas 35 hari. Sebab, rekapitulasi harus menyediakan dokumen dan berbagai perangkat pendukung berikut rapat rekapitulasi yang harus diselenggarakan berjenjang mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi, serta nasional.

Sementara dengan sistem rekapitulasi elektronik, data dari TPS akan dikirim langsung ke pusat tabulasi nasional KPU sehingga prosesnya bisa jauh lebih cepat. KPU memperkirakan, rekapitulasi nasional sudah tuntas dalam waktu maksimal lima hari sejak pencoblosan.

”Penghematannya cukup besar. Cuma berapa nilainya sangat bervariasi dari masing-masing dearah. Kan ada yang kecamatannya banyak, kabupatennya banyak. Sangat bervariasi,” kata Arief.

Sistem rekapitulasi elektronik, Arief melanjutkan, sekaligus untuk menghindari beban administrasi petugas di lapangan yang berlebihan sebagaimana terjadi pada pemilu 2019. Saat itu, misalnya, tekanan pekerjaan administrasi yang banyak dengan tenggat waktu pengerjaan yang ketat menyebabkan banyak petugas kelelahan hingga memicu kematian dan sakit. Berdasarkan data KPU, lebih dari 450 petugas KPPS meninggal dan 3.500 orang sakit pada pemilu 2019.

Rekapitulasi elektronik, KPU yakini juga akan membuat proses lebih transparan karena masyarakat bisa langsung mengakses data. Hal ini sekaligus menjadi alat kontrol terhadap penyelenggaraan pemilihan umum. ”Mudah-mudahan transparansi makin mendukung pemilu kita makin diselenggarakan secara profesional dan berintegritas,” kata Arief.

Penerapan rekapitulasi elektronik tersebut diharapkan bisa dimulai pada pemilu 2024, baik legislatif maupun presiden-wapres. Sehubungan dengan itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum harus direvisi terlebih dahulu karena hanya mengakui rekapitulasi manual sebagai basis data penetapan hasil pemilu. Rekapitulasi elektronik sebagaimana telah dilakukan KPU pada pemilu 2019 sebatas untuk penyediaan informasi tetapi tidak bisa digunakan sebagai basis data penetapan hasil pemilu.

Mengingat pemilu tersebut digelar di 2024, menurut Arief, maka revisi undang-undang harus sudah selesai tiga tahun sebelum penyelenggaraan pemilu atau 2021. Dengan demikian, KPU memiliki waktu untuk sosialisasi dan menyusun peraturan KPU selama 2021-2022. Selanjutnya pada 2023-2024, KPU memasuki tahap penyelenggaraan.

Adapun untuk pemilihan umum kepala daerah serentak pada 2020, Arief mengatakan, payung hukumnya sudah memberi ruang untuk rekapitulasi elektronik. Payung hukum yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Hanya saja, KPU membutuhkan penguatan hukum.

Untuk itu, penerapan rekapitulasi elektronik untuk pemilu kepala daerah serentak pada 2020 bergantung pada kesiapan tiap-tiap daerah. ”Apakah 270 daerah siap untuk sistem ini. Kami akan melihat siapa yang siap. Kami rencanakan menyelesaikan seluruh regulasi dan persiapannya di 2019. Nanti Januari kita akan mulai komunikasikan ke daerah, siapa yang siap untuk rekapitulasi elektronik,” kata Arief.

KPU juga merekomendasikan salinan hasil penghitungan suara yang selama ini manual juga diganti dengan salinan digital. Pada pemilu 2019, KPPS harus mengisi ratusan lembar salinan hasil penghitungan suara untuk seluruh peserta pemilu.

”Jadi nanti C1 plano yang sudah diisi KPPS dipotret, atau formulir C1 di-scan, lalu hasil scan atau hasil potret itu didistribusikan melalui jaringan elektronik ke seluruh peserta pemilu. Jadi itu nanti dianggap sebagai data atau salinan resmi,” kata Arief.

Menjawab pertanyaan wartawan secara terpisah, Mahfud, mengatakan, KPU sudah menyelesaikan tugas penyelenggaran pemilihan umum kepala daerah serentak 2018 sekaligus pemilu legislatif dan presiden-wapres 2019. Beberapa kemajuan dicatatkan.

Di antaranya adalah seluruh calon DPRD dan calon kepala daerah melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHPKN). Sebelumnya, sebagaimana disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi, hanya 40 persen yang melaporkan LHKPN.

”Tentu ada segi-segi teknis yang dilaporkan soal pemilu serentak. Oke serentak, tapi serentaknya seperti apa agar sesuai dengan putusan MK. Serentak tapi secara teknis tidak memberatkan orang misalnya sampai meninggal. Itu diperhitungkan sehingga misalnya ada usul kemungkinan ada rekapitulasi elektronik sehingga begitu dari TPS bisa langsung ke pusat,” kata Mahfud.

Pemerintah, menurut Mahfud, akan mempertimbangkan rekomendasi itu. Termasuk konsekuensi untuk merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan mempertimbangkan kerangka waktu agar sosialisasi dan persiapan bisa dilakukan dengan cepat sehingga pelaksanaan bisa mulus sesuai harapan.

Pemutakhiran Berkala

KPU masih dalam rekomendasi kepada Presiden, juga mengusulkan pemutakhiran data pemilih secara berkala sehingga pada saat pemilu KPU tidak perlu memulai pendataan dari awal. Sebab setelah pilkada 2020. Setelah itu, baru akan ada lagi pemilu pada 2024.

Bagi peserta pemilu, KPU merekomendasikan agar penggunaan sistem informasi partai politik juga dilakukan secara berkala. Dengan demikian, parpol atau peserta pemilu diberi satu perangkat elektronik, bisa server atau perangkat lainnya, untuk menyimpan data parpol. Data yang dimaksud antara lain mencakup data kepengurusan, data keanggotaan, dan data alamat kantor. Dengan demikian, data parpol akan akan mudah dimutakhirkan.

”Sehingga kalau terjadi perubahan, parpol tinggal melakukan perubahan di sistem itu. Dan sistem ini, aplikasi ini, akan terkoneksi dengan aplikasi yang ada di KPU,” kata Arief.

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/utama/2019/11/12/kpu-rekomendasikan-rekapitulasi-elektronik/