JAKARTA, KOMPAS — Mendekati masa-masa pendaftaran bakal calon kepala daerah pada pilkada serentak 2018, Badan Pengawas Pemilu mengingatkan partai-partai politik untuk menghindari praktik mahar politik. Pemberian imbalan terkait pencalonan dalam pilkada kepada pengurus parpol memiliki konsekuensi pidana penjara dan denda.
Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2018, pendaftaran calon kepala daerah di 171 daerah yang menggelar pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dari jalur perseorangan ataupun jalur partai politik dan gabungan parpol akan berlangsung pada 8-10 Januari 2018. Saat ini, KPU masih memverifikasi berkas dukungan bakal calon (balon) dari jalur perseorangan.
”Kami sudah instruksikan ke Bawaslu di daerah agar mereka mengirimkan surat pencegahan (mahar politik) ke pengurus partai politik di daerah. Kami minta disampaikan bahwa pelanggaran itu ada konsekuensi pidananya,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, saat dihubungi, Minggu (17/12).
Dalam Pasal 187B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, diatur anggota parpol atau gabungan parpol yang dengan sengaja menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan pilkada diancam pidana minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Selain itu, juga ada ancaman denda minimal Rp 300 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Menurut Fritz, selain pencegahan dengan mengirim surat, Bawaslu juga menginstruksikan jajaran Bawaslu provinsi serta panitia pengawas pemilu (panwaslu) kabupaten dan kota proaktif menindaklanjuti jika ada informasi mengenai mahar politik. Menurut Fritz, panwaslu harus segera mengklarifikasi informasi itu karena penindakan atas pelanggaran aturan tidak hanya berdasarkan laporan, tetapi juga temuan.
siapa yang mau ngaku. Kalo seperti ini harus ditangkap tangan….