January 17, 2025
Ilustrasi Rumahpemilu.org/ Haura Ihsani

Mempertanyakan Komitmen Pemenuhan Hak Disabilitas Saat Pilkada Serentak di Kota Bandung

Pemenuhan hak warga penyandang disabilitas di Kota Bandung saat Pilkada Serentak 2024 menjadi sorotan kelompok tersebut. Meski pemerintah berkomitmen menciptakan proses pemilu inklusif, realitas di lapangan menunjukkan masih adanya hambatan yang dialami oleh para pemilih disabilitas.

Wirya (40), warga Gang Terasana yang merupakan penyandang tunanetra, mengapresiasi fasilitas di TPS Wyata Guna yang dinilainya cukup baik. Namun, ia mencatat beberapa kekurangan, salah satunya pada template braille yang digunakan.

“Untuk template-nya, braille-nya emang kurang timbul, mungkin karena sudah dibawa dalam jumlah banyak dan ketumpuk. Jadi proses ngerabanya jadi lebih lama,” ungkapnya kepada wartawan usai mencoblos, pada Rabu (27/11).

Sayangnya, tak semua penyandang disabilitas di Kota Bandung bisa memilih di TPS dengan fasilitas serupa. Wirya menyebut banyak rekan penyandang disabilitas yang harus memilih di TPS reguler di berbagai wilayah, termasuk di Gang Kina.

“Kebetulan banyak sekali teman-teman disabilitas di Kota Bandung, dan itu berada di TPS masing-masing. Tapi pengalaman sebelumnya, di TPS-TPS selain di sini, aksesibilitas disabilitas masih sangat terbatas, sangat kurang,” ujarnya.

Wirya juga menyoroti kurangnya sosialisasi dari pihak terkait mengenai kemungkinan pemindahan ke TPS sentral seperti Wyata Guna. “Kalau memang ada informasi bahwa disabilitas bisa dipindahkan ke sini, pasti akan banyak yang memilih di sini. Tapi informasi itu tidak ada. Jadi yang penduduk sini saja yang tahu, sementara teman-teman di tempat lain tidak tersosialisasi,” keluhnya.

Keluhan tersebut menunjukkan bahwa pemenuhan hak suara penyandang disabilitas di Kota Bandung masih belum optimal. Ketidaktahuan para penyandang disabilitas tentang fasilitas di TPS sentral dan minimnya aksesibilitas di TPS lain menjadi tantangan besar yang harus segera dievaluasi pemerintah.

Pilkada merupakan momen penting untuk menjamin kesetaraan hak politik seluruh warga negara, termasuk penyandang disabilitas. Namun, tanpa perbaikan aksesibilitas dan sosialisasi yang merata, inklusi pemilih disabilitas di Kota Bandung hanya akan menjadi retorika belaka.

Pemkot Bandung Akui Aksesibilitas Belum Terpenuhi

Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, A Koswara Hanafi, saat meninjau Tempat Pemungutan Suara (TPS) Wyata Guna di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna, Jalan Pajajaran, mengklaim bahwa fasilitas di lokasi tersebut sudah memadai, khususnya untuk pemilih tunanetra.

“Alhamdulillah, untuk yang dilihat di Wyata Guna sudah hampir 50 persen yang masuk dari seluruh DPT, dan proses pemilihan yang dilakukan oleh disabilitas terutama tunanetra kelihatannya bisa diterima dengan keterangan yang ada di braille-nya,” ujar Koswara usai meninjau lokasi, pada Rabu (27/11).

Namun, fakta ini hanya berlaku untuk TPS tertentu. Diketahui seorang pemilih disabilitas masih mengeluhkan, fasilitas untuk penyandang disabilitas di lokasi tersebut tidak setara dengan yang disediakan di Wyata Guna. Keluhan ini menyoroti ketidakkonsistenan penyediaan fasilitas ramah disabilitas di berbagai TPS.

Menurut Koswara, para pemilih tunanetra memang dipusatkan di TPS Wyata Guna, sementara mereka yang tersebar di TPS lain harus dipindahkan ke sana jika ingin mendapatkan fasilitas yang memadai.

Namun, mekanisme tersebut jelas tidak ideal, mengingat banyak penyandang disabilitas yang mungkin kesulitan berpindah lokasi. “Tim dari TPS lain bisa menginfokan, tapi kalau memang perlu, baru bisa dibantu,” tambahnya.

Ironisnya, di luar TPS Wyata Guna, fasilitas untuk disabilitas cenderung tidak disiapkan secara layak. “Memang kalau untuk TPS biasa tidak disiapkan media atau pilihan kertas untuk disabilitas,” akui Koswara. Pernyataan ini menegaskan bahwa penyediaan fasilitas ramah disabilitas di Kota Bandung masih jauh dari merata.

Ilusi Pilkada Serentak yang Inklusi

Pilkada Serentak 2024 seharusnya menjadi momentum untuk memastikan hak politik semua warga, termasuk penyandang disabilitas, terpenuhi tanpa hambatan. Namun, hingga kini, pemenuhan hak tersebut tampaknya masih lebih banyak berupa wacana daripada tindakan nyata.

Diperlukan langkah konkret untuk memastikan bahwa semua TPS di Kota Bandung benar-benar ramah disabilitas, bukan hanya di satu lokasi tertentu. Seperti yang diutarakan Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Kirana.

Menurutnya, meski berbagai upaya telah dilakukan untuk menjadikan proses pemilu lebih inklusif, faktanya, aksesibilitas untuk kelompok difabel di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masih jauh dari ideal. Annisa Kirana mengungkapkan, meskipun ada upaya penyediaan template braille untuk pemilih tunanetra, implementasinya belum sempurna.

“Sejauh pengamatan, template braille memang tersedia, tetapi seringkali braille-nya kurang timbul sehingga menyulitkan pemilih tunanetra untuk membacanya. Hal ini mengakibatkan proses mencoblos menjadi lebih lama dan berpotensi membingungkan,” ujarnya.

Lebih dari itu, Annisa menyoroti minimnya aksesibilitas untuk penyandang disabilitas lainnya. “Masih banyak TPS yang tidak ramah difabel, misalnya dengan adanya anak tangga dan jalan yang kurang landai. Ini tentu menjadi hambatan besar bagi pengguna kursi roda atau mereka dengan keterbatasan mobilitas,” tambahnya.

Bukan hanya soal infrastruktur, kekurangan juga terlihat pada aspek komunikasi dan informasi di TPS. Annisa menyarankan adanya panduan yang lebih inklusif, seperti papan informasi yang dilengkapi dengan petunjuk menggunakan bahasa isyarat.

Pilkada seharusnya menjadi momen di mana semua warga negara, termasuk kelompok difabel, bisa menggunakan hak pilihnya tanpa hambatan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa inklusi pemilih difabel masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu.

“Papan informasi di TPS seharusnya dilengkapi dengan panduan bahasa isyarat terkait cara mencoblos. Ini penting untuk memastikan teman-teman tuli juga dapat memahami proses pemilu secara mandiri,” tegasnya.

Dia pun menyarankan, hal-hal yang menjadi rekomendasi untuk kedepannya agar dapat mengakomodir teman-teman disabilitas. Diantaranya memasukkan infromasi sign language di depan papan informasi.

“Mengimbau juga terkait aksesibilitas terhadap teman-teman disabilitas (ramps), memastikan terkait huruf braille yang bisa benar-benar timbul,” pungkasnya.[]

Muhammad Nizar, Jurnalis Jabarekspres.com

Liputan ini telah terbit di Jabarekspres.com merupakan hasil kolaborasi dengan Perludem untuk mengawal proses Pilkada 2024 dan memastikan pilkada berjalan dengan adil dan transparan.