Komisi Pemilihan Umum (KPU) meluncurkan portal Open Data KPU yang menyediakan data kepemiluan dalam bentuk API (application programming interface) serta format lain seperti json, csv, doc, xls, dan pdf pada tanggal 29 September 2021. Hingga 25 November 2021, portal data tersebut menyajikan 141 dataset yang terdiri atas data daerah pemilihan; pencalonan; logistik; partai politik; partisipasi dan sosialisasi; penghitungan dan penetapan suara; daftar pemilih; SDM; serta perselisihan hasil pemilu.
Upaya KPU ini perlu diapresiasi sebagai komitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemilu. Komitmen soal transparansi penyelenggaraan pemilu menjadi rencana aksi keterbukaan pemerintah Indonesia periode 2020-2022 yang diampu oleh KPU. Rencana aksi tersebut adalah “Penguatan Ekosistem Keterbukaan Data Pemilu untuk Meningkatkan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemilu.” Indikator capaian dengan target terukur dari rencana aksi tersebut adalah, pertama, tersedianya sistem informasi penyelenggaraan pemilu yang terintegrasi dan portal pusat publikasi penyelenggaraan pemilu dalam format terbuka (open data) dari seluruh sistem informasi yang digunakan oleh KPU. Kedua, terselenggarakannya uji coba berulang rekapitulasi elektronik di beberapa daerah sebagai program percontohan pengelolaan data hasil pemilu yang cepat, transparan, dan akuntabel.
Komitmen transparansi ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Dengan keterbukaan data pemilu, masyarakat dapat memahami, berpartisipasi, mengevaluasi dan, pada akhirnya, menerima proses dan hasil pemilu sebagai representasi kehendak masyarakat.
Data Kunci Pemilu yang Sebaiknya Terbuka
Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017) secara umum mengatur keterbukaan informasi pemilu. Pasal 14 huruf c UU 7/2017 menyebutkan bahwa KPU berkewajiban menyampaikan seluruh informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat. Sejalan dengan itu, Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008) juga menjadi pijakan keterbukaan informasi publik di Indonesia—terutama informasi yang berkaitan dengan pemilu. Mengacu pada peraturan tersebut, KPU menetapkan pedoman pengelolaan informasi publik melalui Peraturan KPU No. 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum (PKPU 1/2015).
Data pemilu adalah informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek proses sepanjang siklus pemilu, mulai dari periode prapemilu, penyelenggaraan tahapan pemilu, dan pascapemilu. National Democratic Institute (NDI) (2014) mengkategorikan 16 data kunci pemilu yang sebaiknya terbuka. Data tersebut antara lain: (1) kerangka hukum pemilu; (2) peta daerah pemilihan; (3) profil penyelenggara pemilu di setiap tingkatan; (4) segala proses yang dijalankan penyelenggara pemilu; (5) keamanan pemilu; (6) partai politik peserta pemilu; (7) profil calon anggota legislatif; (8) kampanye peserta pemilu; (9) dana kampanye peserta pemilu; (10) proses pendaftaran pemilu; (11) daftar pemilih; (12) sosialisasi dan pendidikan pemilih; (13) tempat pemungutan suara; (14) hasil pemilu; (15) teknologi pemungutan dan penghitungan suara elektronik; (16) pelanggaran dan sengketa pemilu.
KPU telah membuka sebagian besar data kunci pemilu di atas. KPU menghimpun data melalui beberapa sistem informasi di antaranya adalah Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih), Silon (Sistem Informasi Pencalonan), Sipol (Sistem Informasi Partai Politik), Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi), dll. Data publik yang dihimpun melalui sistem informasi tersebut kemudian disajikan dalam portal daring terpusat infopemilu.kpu.go.id dan, yang paling mutakhir, portal opendata.kpu.go.id.
Sayangnya, data-data pada portal yang disediakan KPU belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip data terbuka. Menurut Open Knowledge Foundation, ada tiga ciri kunci keterbukaan data. Pertama, ketersediaan dan akses: data harus tersedia secara keseluruhan dan mudah diunduh di internet. Data juga harus tersedia dalam bentuk yang mudah dan dapat dimodifikasi. Kedua, penggunaan kembali dan redistribusi: data harus disediakan dengan ketentuan yang memungkinkan pengguna menggunakan kembali dan meredistribusi data tersebut termasuk penggabungan dengan set data lain. Data harus dapat dibaca oleh mesin. Ketiga, partisipasi universal: setiap orang harus dapat menggunakan, menggunakan kembali, dan mendistribusikan kembali—tidak ada diskriminasi terhadap orang atau kelompok tertentu dan juga batasan penggunaan untuk tujuan tertentu—misalnya hanya untuk tujuan pendidikan.
Catatan Pemenuhan Prinsip Data Terbuka pada Portal Open Data KPU
Open data tidak boleh dimaknai secara sempit sebatas pada terpublikasinya dokumen yang berisi informasi mengenai pemilu di portal informasi atau website. Salah satu prasyarat utama dari open data adalah data yang dipublikasikan dapat dengan mudah diakses, diolah, dan machine readable. Dalam hal ini, data yang terpublikasi tersedia dalam format yang dapat diolah dan dibaca oleh mesin. Sebagai contoh, format dokumen yang dipublikasikan dalam PDF sulit untuk diolah dan dianalisis oleh aplikasi perangkat teknologi (Rizkiyansyah, 2020).
Lebih lengkap, National Democratic Institute (NDI) menjelaskan sembilan prinsip yang harus dipenuhi agar suatu data dikategorikan sebagai data terbuka. Sembilan prinsip tersebut adalah (1) tepat waktu (timely); (2) tersedia dalam partikel primer terkecil (granular); (3) tersedia bebas di internet; (4) lengkap dalam satu bundel (complete and in a bulk); (5) dapat dianalisis atau dapat dibaca mesin; (6) tidak dikendalikan pemilik (non-proprietary); (7) nondiskriminasi; (8) bebas hak milik (license-free); (9) tersedia setiap saat.
Data kunci yang sudah tersedia di portal opendata.kpu.go.id perlu diidentifikasi sudah seterbuka apa untuk menentukan langkah dan strategi yang perlu dilakukan untuk merilis kembali data dan informasi pemilu tersebut menjadi format data terbuka. Secara umum, sebagian besar data kunci pemilu sudah terbuka dan tersedia secara online. Namun, data-data tersebut belum bisa secara penuh disebut sebagai open data. Penilaian tersebut dikemukakan dengan melihat pemenuhan prinsip-prinsip data terbuka pada data yang sudah tersedia di opendata.kpu.go.id.
Data-data yang tersedia pada portal opendata.kpu.go.id telah memenuhi sebagian besar prinsip-prinsip data terbuka yaitu dapat dianalisis; tidak dikendalikan pemilik; nondiskriminasi; serta tersedia setiap saat. Mengenai prinsip dapat dianalisis, data-data pada topik “Partisipasi dan Sosialisasi”; “Daerah Pemilihan”; dan “SDM” dapat dikatakan sebagai contoh baik pemenuhan prinsip dapat dianalisis. Data yang tersedia sudah terstruktur dan memungkinkan pemrosesan otomatis. Selain itu, KPU sudah menyediakan data-data ini dalam format csv dan API. Dengan format csv, prinsip non-proprietary juga dapat dipenuhi. Data dalam format csv umumnya digunakan untuk bertukar data yang berjumlah besar antaraplikasi yang berbeda, tidak eksklusif dimiliki oleh aplikasi tertentu saja. Pasalnya, data csv memang dirancang untuk menjadi cara mudah mengekspor data dan mengimpornya ke program lain. Mengenai prinsip nondiskriminasi dan tersedia setiap saat, data-data pada portal opendata.kpu.go.id dapat diakses oleh siapapun secara luas tanpa registrasi. Data-data ini juga tersedia dalam tautan yang stabil dan tidak berubah-ubah. KPU menggunakan identifier dalam tiap-tiap data.
Namun demikian, ada beberapa prinsip data terbuka yang belum terpenuhi. Prinsip yang belum terpenuhi tersebut antara lain: tepat waktu; granular; tersedia bebas di internet; lengkap dalam satu bundel (complete and in a bulk); dan bebas hak milik (license-free).
Pertama, data-data yang tersedia belum sepenuhnya memenuhi prinsip tepat waktu. Data pada portal opendata.kpu.go.id mayoritas adalah data pemilu yang sudah terselenggara—seperti data hasil Pilkada 2006, data hasil Pilkada 2007, data pemilih disabilitas Pemilu 2019, dll. Hal ini dapat dipahami karena portal opendata.kpu.go.id ini baru diluncurkan pada tahun 2021, di luar jalannya tahapan pemilu. Meski demikian, portal ini akan menjadi modal yang baik bagi penyediaan data pemilu yang tepat waktu pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Data pemilu mestinya dapat tersedia sesuai tahapan sehingga nilai kebermanfaatannya makin tinggi. Sebagai contoh, informasi mengenai hasil pemilu mesti sudah ada sejak tahapan penghitungan suara di TPS agar pemilih dapat turut mencermati, mengawal, serta mengawasi jalannya rekapitulasi.
Kedua, mengenai granularity, data seperti data hasil perolehan suara serta pengguna hak pilih di TPS tidak tersedia. Padahal, TPS adalah tingkatan primer terkecil dalam rekapitulasi hasil pemilu. Oleh karena itu, data hasil seharusnya tersedia juga sejak dalam tingkatan ini—bukan hanya dalam bentuk agregat atau modifikasi seperti data yang sudah direkap di tingkatan di atasnya.
Ketiga, meskipun data-data pemilu sudah tersedia di portal, manajemen penempatan data juga mesti dipikirkan agar memenuhi prinsip tersedia bebas di internet. Sebab, prinsip ini juga menyangkut soal kemudahan data ditemukan oleh pengguna (discoverability). Penggunaan filter dan fitur search bisa membantu meningkatkan discoverability dan sudah diterapkan oleh KPU pada portal open data ini (misalnya filter tag dan topik). Penambahan filter jenis format file, tahun, dan jenis lisensi akan lebih memudahkan pengguna untuk mencari data yang diinginkan.
Keempat, file data seperti data hasil dan data daerah pemilihan masih terpisah-pisah per provinsi. Dalam prinsip data terbuka, data-data ini sebaiknya lengkap dalam satu bundel atau satu file. Hal itu akan memudahkan pengguna dalam mengunduh dan menganalisis data.
Kelima, penerapan license-free. Lisensi ini akan memberikan kejelasan terhadap kebebasan apa saja yang dapat dilakukan pada data tersebut, apakah itu menggunakannya untuk kebutuhan pribadi dan komersial, menyebarkannya kepada orang lain, atau melakukan perubahan terhadapnya. Terdapat berbagai macam lisensi untuk data terbuka, diantaranya adalah Public Domain Dedication and License (PDDL), Attribution License (ODC-By), dan Open Database License (ODC-ODbL). Lisensi dari Creative Commons seperti CC BY dan CC BY-NC-ND, juga dapat dipakai untuk data terbuka.
Rekomendasi
Dari pengamatan dan penilaian terhadap ketersediaan data pada portal opendata.kpu.go.id, ada beberapa masukan dan strategi yang bisa dilakukan KPU untuk terus mengembangkan portal Open Data KPU. Pertama, membuka data-data pemilu yang belum tersedia online. Jika mengacu pada 16 data kunci pemilu yang sebaiknya terbuka versi NDI, ada beberapa data pemilu Indonesia yang belum tersedia online atau sudah tersedia tetapi masih berserak di website-website KPU RI atau KPU daerah. Data tersebut antara lain profil penyelenggara pemilu di setiap tingkatan; kegiatan, program, dan segala proses yang dijalankan penyelenggara pemilu; tempat pemungutan suara; teknologi yang digunakan dalam rekapitulasi elektronik. Secara bertahap, data-data ini mesti dibuka oleh KPU, dipusatkan di satu portal, dan diintegrasikan dengan data-data lain.
Kedua, menerapkan prinsip-prinsip data terbuka pada data-data utama yang sudah tersedia online di opendata.kpu.go.id atau website KPU yang lain. Catatan-catatan di bagian atas mengenai prinsip-prinsip yang belum terpenuhi (seperti ketepatan waktu; granularity; discoverability; kelengkapan dalam satu bundel; serta penerapan lisensi) perlu diperbaiki untuk data-data kunci pemilu.
Ketiga, mengintegrasikan basis data pemilu sehingga dapat dieksplorasi untuk menyusun informasi-informasi dalam berbagai bentuk. Integrasi data adalah proses pengorganisasian himpunan kelompok data yang saling berkaitan satu sama lain agar tidak terdapat duplikasi yang tidak perlu agar dapat diolah secara cepat dan mudah untuk menghasilkan informasi.
Selain membuka data, KPU juga perlu menciptakan ekosistem keterbukaan data dengan melibatkan publik. KPU perlu bermitra secara luas dengan berbagai pemangku kepentingan. Beberapa pengalaman praktik terbaik telah menunjukkan bahwa inisiatif teknologi dan keterbukaan data pemilu lebih berkelanjutan dan berdampak tinggi ketika ada upaya untuk meningkatan kapasitas publik/intermediaries agar keterlibatannya dalam mengelola atau mengonsumsi data pemilu bisa optimal. Sebagai contoh, publikasi hasil pemilu secara real-time memungkinkan warga untuk membandingkan hasil resmi dengan hasil independen yang dilakukan berbagai kalangan dalam beberapa jam saja setelah pemilu dilangsungkan. KPU mesti memiliki strategi untuk melibatkan publik luas agar menggunakan data yang tersedia.
MAHARDDHIKA–Peneliti Perludem, pengelola rumahpemilu.org