January 17, 2025

Minimnya Keterlibatan Perempuan di Kabinet Pemerintahan Baru

Pakar hukum dari Universitas Indonesia Titi Anggraini memprediksi jumlah keterwakilan perempuan di kabinet pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih jauh dari afirmasi 30 persen keterwakilan perempuan. Padahal idealnya jumlah keterwakilan perempuan semakin menguat dari pemerintahan sebelumnya ke pemerintahan berikutnya.

“Dari nama-nama yang dipanggil dan diproyeksikan menjadi menteri dan wakil menteri, terlihat bahwa jumlahnya sangat minim bahkan tidak sampai 20 persen. Tentu itu sangat disayangkan,” kata Titi di Jakarta, (17/10).

Menurut Titi, ketika jumlah perempuan di posisi-posisi strategis pemerintahan semakin rendah. Situasi tersebut bisa memberikan impresi yang buruk pada pendidikan politik bahwa tata kelola pemerintahan tanpa keterlibatan perempuan pada posisi strategis merupakan hal yang wajar.

“Saya kira pemerintahan yang baru harus menjelaskan mengapa pemilihan menteri sangat minim dalam menyodorkan keterwakilan perempuan,” kata Titi.

Sebelumnya, sejumlah tokoh perempuan dipanggil Prabowo pada 14-15 Oktober 2024. Beberapa tokoh perempuan itu mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pengusaha Widiyanti Putri Wardhana, Sekretaris Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama Arifah Choiri Fauzi, hingga Penjabat (Pj) Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk. Nama-nama tersebut diprediksi bakal masuk ke dalam Kabinet Prabowo-Gibran.

Selain itu, ada pengusaha Veronica Tan, politikus Meutya Hafid, politikus Isyana Bagoes Oka, politikus Christina Aryani, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti, ilmuwan Stella Christie, dan politikus Dyah Roro Esti.

Menurut Titi, keterwakilan perempuan dalam pemerintahan dibutuhkan karena hal tersebut memuat pesan pendidikan politik bahwa baik laki-laki maupun perempuan setara di ruang publik dan bisa mengambil peran di dalam tata kelola pemerintahan dan bernegara. Di sisi lain, hadirnya perempuan juga mendorong paradigma dan keberpihakan kebijakan yang adil dan setara gender.

“Itu dimulai dengan kehadiran perempuan di posisi-posisi politik untuk menyuarakan kepentingan perempuan dan kepentingan khas perempuan yang lebih dipahami apabila perempuannya langsung hadir di dalam posisi-posisi tersebut dan terlibat dalam pembuatan kebijakan, penyusunan anggaran, maupun kerja-kerja pengawasan pembangunan,” kata Titi. []