August 8, 2024

MK Tegaskan Syarat Mantan Terpidana di Pilkada

Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati Boven Digoel, Papua, Yusak Yaluwo-Yakob Waremba. Tak hanya itu, pemungutan suara ulang harus dilakukan dalam jangka waktu 90 hari sejak putusan dibacakan tanpa mengikutsertakan pasangan calon nomor urut 4 tersebut. Melalui putusan ini, perbedaan tafsir soal syarat mantan terpidana di pemilihan kepala daerah diharapkan tak terulang kembali.

Dalam sidang pembacaan putusan perselisihan hasil Pilkada Boven Digoel nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021, Senin (22/3/2021), Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan yang diajukan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel nomor urut 3, Martinus Wagi dan Isak Bangri.

Perkara ini berawal ketika KPU menerbitkan surat keputusan tertanggal 28 November 2020 yang membatalkan penetapan Yusak-Yakob sebagai salah satu dari empat pasangan calon dalam Pilkada Boven Digoel. Pasalnya, Yusak yang merupakan bekas terpidana dianggap belum memenuhi syarat masa jeda lima tahun setelah menjalani masa pidana penjara untuk bisa maju di pilkada.

Namun, pada 9 Desember 2020, Badan Pengawas Pemilu Boven Digoel mengabulkan gugatan paslon tersebut sehingga bisa kembali mengikuti kontestasi Pilkada Boven Digoel 2020. Bawaslu menilai Yusak telah melewati masa pidana lima tahun dihitung sejak pembebasan bersyarat.

Dalam sidang di MK terungkap, Yusak dijatuhi vonis penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi pengadaan kapal tanker dan APBD Boven Digoel 2002-2005. Selain itu, Yusak diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 45 miliar subsider 2 tahun penjara.

Proses penahanan Yusak dimulai pada 16 April 2010 dan mendapat remisi sebanyak 8 bulan 20 hari sehingga statusnya selesai menjalani pidana pokok pada 26 Januari 2014. Namun, Yusak tidak membayar uang pengganti sehingga harus menjalani lagi pidana penjara selama dua tahun sehingga baru selesai menjalani seluruh masa pidana pada 26 Januari 2016. Namun, pada 7 Agustus 2014, Yusak mendapatkan pembebasan bersyarat dan berakhir 26 Januari 2017.

”Oleh karena itu, terhadap kasus tersebut, Yusak ternyata belum melewati masa jeda lima tahun pada waktu mendaftarkan diri sebagai bakal calon Bupati Boven Digoel tahun 2020 karena masa jeda lima tahun baru berakhir setelah tanggal 26 Januari 2022,” ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin.

Perbedaan tafsir

Dalam pertimbangannya, Hakim MK menyatakan dalam praktiknya masih ditemukan perbedaan pendapat atau tafsir yang berbeda antara KPU dan Bawaslu terhadap makna mantan terpidana dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal itu berbunyi ”bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana”. Pasal tersebut pernah diputus MK dalam putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 tertanggal 11 Desember 2019.

Melalui putusan perkara Boven Digoel, lanjut Wahiduddin, MK perlu menegaskan kembali bahwa ”selesai menjalani pidana penjara” adalah seorang terpidana yang telah menjalani pidananya sesuai dengan amar putusan pengadilan.

Dengan kata lain, bagi seorang terpidana yang menjalani masa pidana baik di dalam lembaga pemasyarakatan maupun dengan pembebasan bersyarat, hal tersebut pada prinsipnya hanya berkaitan dengan teknis atau tata cara menjalani pidananya.

”Dengan demikian, bagi narapidana yang diberikan pembebasan bersyarat walaupun tidak lagi berada dalam lembaga pemasyarakatan, status hukum yang bersangkutan meskipun tidak lagi narapidana, tetapi terhadap yang bersangkutan masih berstatus sebagai terpidana,” kata Wahiduddin.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini, berharap putusan MK itu menjadi pengakhir beda tafsir di antara penyelenggara pemilu terkait syarat mantan terpidana maju di pilkada.

Dari kasus tersebut, lanjut Titi, negara harus membayar mahal akibat keputusan yang salah dari Bawaslu dalam meloloskan calon yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat. Padahal, putusan MK pada 2019 sudah sangat terang benderang. ”Bayangkan berapa banyak uang negara yang harus keluar akibat menanggung konsekuensi pencalonan dari kandidat yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat,” katanya.

Oleh karena itu, putusan MK ini diharapkan mencegah perbedaan tafsir soal syarat bekas terpidana di pilkada terulang di pilkada selanjutnya.

Berdasarkan catatan Perludem, kasus calon tidak memenuhi syarat dari jeda waktu lima tahun bukan hanya terjadi di Boven Digul, tetapi pernah terjadi di Pilkada Lampung Selatan, Dompu, dan Bengkulu. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 23 March 2021 di halaman 2 dengan judul “Akhiri Tafsir Mantan Terpidana “. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/23/mk-tegaskan-syarat-mantan-terpidana-di-pilkada/