JAKARTA – Partai Golkar berkukuh menginginkan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu mengatur pemilihan anggota legislatif 2019 menggunakan sistem proporsional tertutup. Dengan sistem ini, partai menentukan calon Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terpilih. “Kami akan tetap memperjuangkan, bahkan kalau harus voting di paripurna,” kata anggota Panitia Khusus dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman, kemarin.
Sistem pemilihan legislatif secara tertutup ini terakhir dipakai pada Pemilihan Umum 1999. Saat mendapatkan surat suara, pemilih cukup mencoblos gambar partai. Partai lalu menentukan siapa saja anggota Dewan yang akan lolos ke lembaga perwakilan rakyat-biasanya berdasarkan nomor urut satu, dua, dan seterusnya.
Rambe mengatakan sistem pemilihan terbuka yang diterapkan sejak 2004 menyebabkan ongkos politik meningkat. Caleg, kata dia, kerap bermain politik uang untuk merebut suara pemilih. Sebaliknya, kader terbaik partai tidak mendapat kesempatan jika kurang populer atau tidak memiliki biaya kampanye yang besar. “Pengkaderan partai berjalan maksimal dengan sistem ini,” ujarnya.
Hingga masa reses, Panitia Khusus RUU Pemilu di Komisi Pemerintahan DPR belum menemukan kata sepakat soal isu krusial ini. Padahal aturan main pemilu ditargetkan sah pada akhir Mei untuk mengejar persiapan pemilihan 2019. RUU Pemilu yang sedang dibahas ini merupakan gabungan dari tiga produk hukum, yaitu UU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta UU tentang Penyelenggara Pemilu.
Anggota Pansus dari Fraksi PDIP, Arif Wibowo, mengatakan sistem pemilihan tertutup juga membuat partai lebih transparan dan akuntabel dibanding pemilihan terbuka. Ia mengatakan partainya akan tetap memperjuangkan sistem ini.
Namun, karena pembahasan terus-menerus alot dengan delapan fraksi lain, partainya siap berkompromi dan mengambil jalan tengah. “Kalau mau ambil sistem terbuka terbatas juga bisa, daripada terus bentrok,” katanya. Sistem terbuka terbatas diusulkan Kementerian Dalam Negeri sebagai jalan tengah bagi dua kubu di Dewan.
Penolakan datang dari Fraksi Partai Demokrat yang menilai pemilihan anggota legislatif secara terbuka adalah cara yang paling demokratis untuk memilih wakil rakyat. “Adil kepada pemilih dan juga caleg,” kata anggota Pansus, Fandi Utomo. Ia yakin isu sistem pemilihan tidak akan sampai deadlock hingga perlu dibawa ke sidang paripurna. “Sejauh ini, berdasarkan interaksi saya, tidak akan sampai ke sana. Masih ada ruang mufakat di Pansus untuk isu krusial lain, seperti ambang batas pencalonan presiden.”
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Almas Sjafrina, mengatakan pemilihan secara tertutup bukan jawaban dalam pemberantasan politik uang. Sebab, sebaliknya, peluang transaksi politik justru jauh lebih besar antara petinggi partai dan caleg dalam menetapkan nomor urut. “Nomor urut caleg bisa ditetapkan bukan karena prestasi, melainkan ada hal lain di baliknya,” kata Almas, kemarin. Selain itu, menurut dia, partai dan penegak hukum justru harus memiliki sistem pengawasan dan penindakan kepada caleg yang membeli suara. INDRI MAULIDAR
https://koran.tempo.co/konten/2017/05/13/416649/Partai-Golkar-Berkukuh-Sistem-Pemilihan-Tertutup