August 8, 2024

Pelaporan Dana Tak Serius

JAKARTA, KOMPAS — Pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung di Pilkada 2018 cenderung tak serius melaporkan dana kampanye. Padahal, selain menciptakan kampanye yang adil, pelaporan juga mencegah korupsi politik. Untuk itu, Badan Pengawas Pemilu didorong menindak kandidat yang memanipulasi pelaporan dana kampanye.

Indikasi ketidakseriusan itu terlihat dari hasil olah data tim Bawaslu atas laporan awal dana kampanye (LADK) yang diserahkan kandidat kepada Komisi Pemilihan Umum di daerah.

Sesuai dengan regulasi pilkada, pasangan calon harus melaporkan pendanaan kampanye dalam tiga tahap, yakni LADK sehari sebelum kampanye, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye pada 20 April 2018, dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pada 24 Juni 2018.

Karena masa kampanye Pilkada 2018 yang digelar di 171 daerah berlangsung pada 15 Februari-23 Juni 2018, pasangan calon harus menyerahkan LADK pada 14 Februari 2018.

”Dari laporan awal dana kampanye bisa dilihat (sebagian) para calon tak serius melaporkan dana kampanye. Padahal, Bawaslu akan mengamati kampanye yang mereka lakukan. Hal itu mendorong pertanyaan, kampanye menggunakan dana siapa?” kata anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, di Jakarta, Kamis (8/3).

Menurut dia, pelaporan dana kampanye memiliki tujuan baik guna mendorong keadilan dalam pendanaan kampanye sekaligus untuk mencegah penggunaan dana tidak sah yang bisa berimplikasi pada korupsi politik.

Hingga Kamis (8/3), KPU belum mengunggah data LADK di laman daring KPU, yakni https://infopemilu.kpu.go.id/pilkada2018. Bawaslu mengumpulkan data LADK dari laporan pengawas di daerah.

Dari total 566 pasangan calon yang ditetapkan KPU, Bawaslu baru mendapatkan data dari 431 pasangan calon bupati dan wali kota serta 55 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Dari 431 pasangan calon bupati/wali kota, ada 11 pasangan yang melapor punya dana awal kampanye Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar. Sementara 132 pasangan calon melaporkan dana Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar, 121 pasangan calon lainnya melaporkan Rp 1 juta hingga Rp 10 juta.

Ada juga 105 pasangan calon yang melaporkan dana kampanye dengan nilai Rp 10 juta-Rp 100 juta serta ada 62 pasangan calon yang melaporkan dana kampanye awalnya di bawah Rp 1 juta. Bahkan, dari jumlah itu ada 11 pasangan calon yang hanya mencantumkan Rp 50.000 dan Rp 100.000. Di tingkat pemilihan gubernur, ada delapan pasangan yang melaporkan dana awal Rp 1 miliar-Rp 15 miliar dan 22 pasangan calon lainnya melaporkan Rp 100 juta-Rp 1 miliar serta 23 pasangan calon melaporkan dana di bawah Rp 100 juta. Bahkan, empat pasangan calon di antaranya ada yang melaporkan dana kampanye nol rupiah.

Dimanipulasi

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menuturkan, sudah menjadi rahasia umum bahwa laporan dana kampanye sering dimanipulasi. Akibatnya, hal itu tidak sesuai dengan kondisi riil kampanye.

Dalam konteks LADK, ujar Donal, umumnya pasangan calon hanya melaporkan saldo awal untuk membuka rekening di bank. Padahal, kandidat sebenarnya sudah beraktivitas sejak mendaftarkan diri ke KPU di daerah. Hal ini telah berulang kali terjadi di pilkada serentak terdahulu.

”Ini berulang kali karena belum ada kasus yang ditindak sehingga muncul preseden buruk bagi demokrasi. Kontestan berpikir, cara itu bisa manipulasi laporan kampanyenya, dan tidak ditindak. Penting agar temuan manipulasi ini bisa ditindak Bawaslu sehingga memberikan peringatan kepada kandidat untuk lebih tertib dan jujur,” katanya.

Menanggapi hal itu, Fritz mengatakan, di pilkada kali ini, Bawaslu akan serius menangani dugaan manipulasi pelaporan dana kampanye, selain juga menjerat pelakunya dengan pidana pemilu. Apalagi, saat ini pihaknya sudah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. ”Mentalitas pengawasan berbeda. Bawaslu akan ikut serta dalam pengawasan dana kampanye dengan sungguh-sungguh,” kata Fritz. (GAL)

Dikliping dari artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Maret 2018 di halaman 2 dengan judul “Pelaporan Dana Tak Serius”. https://kompas.id/baca/bebas-akses/2018/03/09/pelaporan-dana-tak-serius/