Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi isu penting pada Pemilu 2024 karena dianggap rawan terjadi kecurangan. Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menegaskan perlu ada pengawasan ketat terhadap ASN, karena isu netralitas ASN erat kaitannya dengan dinasti politik. Pemerintah harus bisa menjamin hal itu melalui tindakan dan kebijakan bukan hanya himbauan netralitas belaka.
“Isu ini mengancam demokrasi kita, sama halnya dengan isu identitas dan hoaks di pemilu sebelumnya. Namun netralitas kali ini berkaitan dengan isu dinasti politik, jadi tantangannya lebih berat,” kata Ray dalam diskusi bertajuk “Jalan Sesat Meraih Kekuasaan: ASN, TNI-Polri Pura-Pura Netral?”, yang digelar Komunitas Pemilu Bersih di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, (14/1).
Menurut Ray, munculnya banyak kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat selama proses pemilu dapat merusak demokrasi. Ia berpandangan selama pelaksanaan pemilu, pemilih harus terhindar dari intimidasi dalam bentuk apapun agar suara yang diberikan benar-benar berasal dari pilihan secara sadar.
Sementara Dosen Fisipol Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Pengamat Militer, Sidratahta Mukhtar mengatakan kompleksnya sistem pemilu di Indonesia membutuhkan gerakan masyarakat sipil untuk memberi perimbangan pada peran negara. Karena ia menganggap, baik Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki kekuatan strategis yang berpotensi digerakkan untuk mengintervensi pemilu.
“Netralitas merupakan ujung tombak bagi aparatur negara termasuk kepolisian. Namun ada dilema, karena polisi berdiri di dua kaki, sebagai unsur pemerintahan di bidang keamanan dan bidang hukum, tapi dia juga bawahan langsung presiden. Nah ketika presiden punya kepentingan akan berdampak pada netralitas polisi,” kata Sidratahta.
Menurutnya pelanggaran netralitas sudah terjadi sejak lama, namun aparatur negara belum menjalankan perannya sebagai penjaga netralitas dengan baik. Pengawasan publik menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas demokrasi, karena ada upaya untuk mendorong kekuasaan melalui jalan otokrasi. Ia berpendapat, fenomena itu bisa menjadi landasan pengawasan pada lembaga-lembaga yang memiliki kekuatan strategis.
“Untungnya di Indonesia ada banyak kekuatan masyarakat sipil yang menjadi andalan untuk mendorong kinerja lembaga pemerintah yang berpotensi tidak netral. Melalui itu pemilu ini diharapkan menjadi pemilu yang makin baik dan mendorong peran negara lebih substantif,” harapnya. []