November 27, 2024

Pemerintah Ingin Pemilu yang Efektif dan Efisien

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menilai materi dan pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah sesuai dengan konstitusi dan bertujuan mewujudkan pemilu berkualitas dengan penyelenggaraan yang efektif dan efisien. Penyelenggaraan pemilu yang semacam itu akan menjadi fondasi bagi penguatan sistem pemerintahan presidensial yang efektif, efisien, dan lebih demokratis.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan hal tersebut saat menanggapi permohonan uji materi yang diajukan oleh enam pemohon berbeda dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (25/9), di Jakarta. Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat, para pemohon mempersoalkan tiga isu utama, yakni kewajiban verifikasi bagi partai politik baru, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT), dan posisi Komisi Pemilihan Independen Aceh.

Keenam pemohon itu adalah Habiburokhman (Ketua DPP Bidang Hukum Gerindra) yang mempersoalkan Pasal 222 tentang PT, Partai Idaman mengenai Pasal 173 tentang verifikasi parpol, Effendi Gazali (ahli komunikasi politik) mengenai Pasal 222, Partai Solidaritas Indonesia mengenai Pasal 173, Kautsar dan Samsul Bahri (politisi lokal Aceh) yang mempersoalkan Pasal 557 tentang wewenang KPU, dan Perindo tentang Pasal 173.

Mengenai keharusan parpol baru mengikuti verifikasi, Tjahjo mengatakan, pasal tersebut dibuat dengan tujuan membuat pemilu yang efektif dan efisien. “Pasal 73 mengharuskan partai lama dan partai baru lolos verifikasi, tetapi bentuknya berbeda. Bukan berarti tidak adil, tetapi itu dilakukan untuk percepatan proses serta efektivitas dan efisiensi proses pemilu,” katanya.

Saat ini ada 73 parpol yang berbadan hukum. Dari jumlah itu, 61 parpol tidak lolos verifikasi pada Pemilu 2014 sehingga harus mengikuti verifikasi ulang untuk bisa ikut dalam Pemilu 2019. Sisanya, 12 parpol, lolos verifikasi sehingga tak perlu mengikuti verifikasi ulang.

“Pemerintah tetap melakukan pendataan dan penelitian administratif kepada parpol lama untuk menilai apakah memenuhi syarat atau tidak. Namun, (parpol yang bersangkutan) tidak perlu mengikuti verifikasi secara detail karena akan menghabiskan anggaran dan waktu pelaksanaan,” ujarnya.

Mengenai ambang batas pencalonan presiden, pemerintah menilai ketentuan itu merupakan manifesto kedaulatan rakyat. Sebab, dengan mendasarkan ambang batas itu pada perolehan kursi dan suara partai, hal itu menunjukkan penghargaan pada kedaulatan rakyat pemilih.

Tjahjo merujuk pada Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang menyebutkan bahwa ketentuan presidential threshold adalah kewenangan pembentuk undang-undang.

Hakim konstitusi Saldi Isra dan I Dewa Gede Palguna meminta pemerintah mengelaborasi lebih jauh latar belakang perumusan pasal-pasal yang dipersoalkan pemohon. (REK)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 September 2017, di halaman 2 dengan judul “Pemerintah Ingin Pemilu yang Efektif dan Efisien”.

http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/09/26/Pemerintah-Ingin-Pemilu-yang-Efektif-dan-Efisien