August 8, 2024

Pemilu Serentak 2024 Memerlukan Rp 119 Triliun

Penyelenggaraan Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah 2024 akan memerlukan anggaran setidaknya Rp 119 triliun. Alokasi ini digunakan untuk penyelenggaraan maupun pengawasan pemilu. Kendati demikian, harapan efisiensi maupun penyiapan program yang lebih matang diharapkan dalam pelaksanaan Pemilu serentak 2024.

Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Komisi II DPR dengan KPU, dan Bawaslu yang diselenggarakan secara daring dan luring, Kamis (3/6/2021). Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, hadir Ketua KPU Ilham Saputra dan Ketua Bawaslu Abhan.

Dalam paparannya, Ilham menjelaskan, usulan anggaran dalam desain besar yang disiapkan KPU untuk Pemilu serentak maupun Pemilukada serentak 2024 mencapai Rp 86,265 triliun. Alokasi ini dibagi lima tahun anggaran, 2021 sampai 2025.

Pada 2021, diharapkan alokasi anggaran sepuluh persen dari keseluruhan biaya penyelenggaraan yakni Rp 8,431 triliun. Tahun 2022, diusulkan anggaran sebesar 15 persen yakni Rp 13,295 triliun. Tahun berikutnya 29 persen yakni Rp 24,905 triliun. Adapun tahun 2024 diajukan 47 persen anggaran, sebesar Rp 36,540 triliun dan tahun 2025 Rp 3,029 triliun atau empat persen dari keseluruhan anggaran penyelenggaraan Pemilu.

“Ini kami perkirakan kebutuhan anggaran untuk Pemilu serentak 2024 di 33 provinsi dan 508 kabupaten/kota,” tutur Ilham.

Dari jumlah tersebut, diperkirakan alokasi yang bersumber dari APBD sekitar Rp 26,208 triliun.

Kendati usulan anggaran demikian, tahun 2021 ini pagu anggaran KPU sebesar Rp 2,648 triliun saja. Setelah dua kali refokusing, anggaran KPU tahun 2021 diturunkan menjadi Rp 1,918 triliun. Dari alokasi tersebut, sejauh ini KPU baru merealisasikan 37 persen.

Adapun Bawaslu mengajukan alokasi anggaran pengawasan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024 sebesar Rp 22,755 triliun dan pengawasan Pemilukada 2024 Rp 11 triliun. Dengan demikian, anggaran yang diajukan untuk pengawasan Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pemilukada 2024 mencapai Rp 33,755 triliun.

Abhan menjelaskan, alokasi pengawasan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2024 meningkat ketimbang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019. (Ketua Bawaslu Abhan)

Tahun 2021 ini, Bawaslu juga mendapatkan pagu anggaran Rp 1,641 triliun yang setelah dua kali pemangkasan anggaran menjadi Rp 1,581 triliun. Realisasi belanja Bawaslu tahun ini juga baru 31,85 persen.

Abhan menjelaskan, alokasi pengawasan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2024 meningkat ketimbang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019. Saat itu, anggaran yang diperlukan Rp 12,029 triliun.

Alokasi tahun 2024 sudah memperhitungkan pengawasan dua putaran pemilu serta kebutuhan anggaran untuk pengadaan alat pelindung diri (APD).

Bawaslu dan jajaran di provinsi dan kabupaten/kota juga menyiapkan anggaran untuk pengadaan kendaraan roda empat untuk operasional serta renovasi kantor. Sejauh ini, kata Abhan, kantor Bawaslu umumnya berstatus pinjam pakai atau sewa.

Di pusat, dua kantornya berstatus pinjam pakai dan sewa. Adapun di 34 provinsi, hanya tiga yang berstatus hibah, sisanya 19 pinjam pakai dan 12 sewa. Di 514 kabupaten/kota, satu kantor berstatus hibah, 198 pinjam pakai dan 315 lainnya sewa.

Selain itu, alokasi ini memperkirakan kebutuhan anggaran untuk pergantian personil Bawaslu baik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota pada 2022 dan 2023.

“Kebutuhan anggaran masih dinamis tergantung penetapan tahapan Pemilu 2024 dan waktu pembentukan badan ad hoc. Dan ini dengan asumsi tahapan pemilu dilakukan mulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara,” tambah Abhan.

Usulan anggaran yang demikian besar pun memicu pertanyaan DPR. Guspardi Gaus dari Fraksi PAN, Rifqinizami Karsayuda dari Fraksi PDIP, maupun Nasir Djamil dari Fraksi PKS yang mempertanyakan kemampuan KPU merealisasikan anggaran. Sebab, dari alokasi Rp 1,9 triliun, realisasi sampai pertengahan tahun baru 37 persen. Bila meminta tambahan anggaran supaya sesuai yang diusulkan, yakni Rp 8,4 triliun tahun 2021, akan sangat sulit merealisasikan program.

Rifqinizami Karsayuda juga mengingatkan banyaknya pengajuan nomenklatur yang tumpang tindih. Dia mencontohkan, fasilitasi pelaksana tahapan pemilu dan sosialisasi senilai Rp 1,3 triliun tetapi dalam penjabaran program memasukkan pelayanan publik ke masyarakat.

Konsolidasi demokrasi memang jauh lebih sedikit anggarannya. Karena itu bisa kita pahami kalau demokrasi kita mengalami pembelahan dan muncul politik identitas. (Nasir Djamil dari Fraksi PKS)

Nasir juga mengingatkan supaya KPU menyiapkan program konsolidasi demokrasi yang betul-betul membuat pemilih semakin matang. Dengan demikian, pemilu tak melulu menjadi prosedur.

“Konsolidasi demokrasi memang jauh lebih sedikit anggarannya. Karena itu bisa kita pahami kalau demokrasi kita mengalami pembelahan dan muncul politik identitas,” tuturnya.

Dia menambahkan supaya program pengembangan sumber daya manusia tidak melulu teknis administratif seperti penyiapan data untuk kenaikan pangkat. Akan tetapi, program harus mampu menyiapkan SDM sesuai kebutuhan kualitas penyelenggaraan Pemilu misalnya terkait kesehatan mental, kinerja, dan team building.

Secara terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengingatkan, salah satu tujuan digelarnya pemilu dan pilkada serentak adalah untuk efisiensi anggaran. Namun hal itu tidak terjadi pada pemilu 2019 dan diperkirakan akan terulang pada pemilu 2024. Adapun pada pemilu 2019, anggaran yang diperlukan mencapai Rp 25 triliun. Bahkan pada pemilu 2024, nilainya meningkat lebih tiga kali lipat yakni Rp 86 triliun.

“Semangat pemilu serentak salah satunya adalah efisiensi, namun yang terjadi dalam keserentakan justru membuat anggaran membengkak,” ujarnya.

Menurut dia, ada beberapa hal yang bisa diefisienkan, antara lain penggunaan kotak suara, dokumen surat menyurat, formulir, dan surat suara. Jika penyelenggara mampu menyederhanakan hal itu, maka akan berimbas pada pengurangan kebutuhan logistik dan berujung pada efisiensi anggaran.

Di sisi lain, anggaran yang sangat tinggi itu seharusnya bisa menjamin peningkatan partisipasi dan pendidikan pemilih. Hal ini perlu diperhatikan agar besarnya anggaran tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan prosedur pemilihan, namun harus bisa memastikan substansi dari pemilihan itu sendiri.

“Apa fungsi anggaran besar apabila kesadaran politik tetap rendah dan pemilih belum rasional dalam menentukan pilihannya,” tutur Alwan. (NINA SUSILO/IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/06/04/pemilu-serentak-2024-memerlukan-rp-119-triliun/