JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah menaikkan dana partai politik hingga 10 kali lipat melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 memantik perdebatan. Salah satu alasannya, pengurus partai politik di tingkat pusat dan daerah dinilai belum begitu mengerti aspek pengelolaan dana partai.
Dalam diskusi bertajuk “Seluk-beluk Pengelolaan Keuangan Partai” di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (3/8), perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Andi Muhammad Yusuf, mengatakan, masih banyak hal yang harus dibenahi dari aspek pendanaan partai politik (parpol). Pemahaman pengurus parpol di pusat dan daerah terkait dana bantuan parpol ini masih rendah. Menurut Yusuf, ada persepsi bahwa dana bantuan dari negara seakan menjadi satu-satunya sumber pendanaan.
Saat ini, kebutuhan dana parpol di pusat mencapai Rp 13 miliar per tahun. Sementara bantuan keuangan partai yang ada saat ini hanya mampu memenuhi 1,3 persen kebutuhan tersebut. “Sejak 2014, kami berpikir untuk merevisi PP Nomor 5 Tahun 2009 mengingat kebutuhan (dana) partai politik yang jauh panggang dari api,” kata Yusuf.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, sepakat dengan rencana penambahan dana bantuan parpol. Menurut dia, parpol membutuhkan penguatan supaya benar-benar menjadi badan hukum publik yang kedaulatannya berada di tangan anggota.
Oleh sebab itu, peningkatan subsidi negara bagi parpol menjadi keniscayaan dalam upaya publik mengambil alih parpol dari individu-individu pemilik modal. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Parpol yang mengamanatkan kedaulatan parpol berada di tangan anggota, bukan di tangan pemilik modal.
Selama ini, kas keuangan parpol diisi dari tiga sumber, yaitu iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, serta bantuan subsidi negara melalui APBN dan APBD.
Realitasnya, kata Syamsuddin, banyak parpol di Indonesia yang dibiayai oleh individu pemilik parpol. Selain itu, kekuatan finansial parpol juga ditopang oleh setoran kader parpol yang menjabat sebagai pejabat publik. Tidak jarang dana setoran itu diperoleh dari penyalahgunaan dana APBN dan APBD. Maka, tidak mengherankan, kini semakin banal ditemui pejabat publik yang menjadi “pasien” KPK.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, peningkatan dana partai perlu diikuti dengan sejumlah syarat. Syarat itu, antara lain, mencakup rekrutmen dan kaderisasi yang baik, penyusunan dan pelaksanaan kode etik politisi, pelaksanaan pendidikan politik kepada masyarakat, dan pembenahan tata kelola keuangan.
(IAN/DD10/GAL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Agustus 2017, di halaman 4 dengan judul “Pengelolaan Dana Partai Perlu Ditingkatkan”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/08/04/Pengelolaan-Dana-Partai-Perlu-Ditingkatkan