Tingkat kecurangan pemilu dipandang akan meningkat seiring dengan pengangkatan Penjabat (Pj) kepala daerah tanpa proses Pemilihan Umum (Pemilu). Sejak Mei 2022- November 2023 setidaknya terdapat 198 Pj Gubernur, Walikota, dan Bupati yang dipilih Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Setidaknya ada 40 Pj Wali Kota, 138 Pj Bupati dan 20 Pj Gubernur. Jika melihat latar belakangnya, 81 orang diisi individu ASN Pemerintah Daerah (Pemda) dari tingkat provinsi, kabupaten atau kota dan Kemendagri,” kata Hemi Lavour, Peneliti Themis Indonesia saat launching kanal kecuranganpemilu.com, di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, (7/12).
Hemi Lavour menduga, pengisian penjabat tersebut berkaitan langsung dengan upaya mobilisasi dukungan untuk Pemilu 2024. Ia menyebut, dari 20 provinsi yang dipimpin Pj Gubernur, terdapat 10 provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi, berkaitan dengan netralitas ASN.
“Upaya itu biasanya melalui penyaluran dana hibah serta bantuan sosial (Bansos) untuk memobilisasi dukungan dari aparatur pemerintah sampai tingkat desa,” ujarnya.
Sementara itu Khoirunnisa Agustyati, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) mengatakan, mekanisme penunjukan Pj Gubernur seharusnya dilakukan secara demokratis. Menurutnya, meski ditunjuk oleh Presiden harusnya tetap mengedepankan prinsip partisipatif, transparan, dan akuntabel, serta mempertimbangkan aspirasi dari daerah.
“Pj kepala daerah itu tidak punya janji kampanye, sehingga bagaimana publik menagih kinerjanya, maka penting untuk melakukan audit kinerja. Dan ini sebenarnya bisa menjadi ruang masyarakat untuk berpartisipasi,” kata Khoirunnisa.
Dengan potensi kecurangan Pemilu 2024, Khoirunnisa menyayangkan peran Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) yang tidak aktif dan responsif. Padahal menurutnya, Bawaslu saat ini sudah didesain menjadi lembaga dengan kewenangan sangat luas, bukan hanya mengawasi dan mencegah kecurangan, namun juga bisa memberi sanksi pelanggaran administrasi pemilu.
“Masyarakat berharap Bawaslu bisa berperan lebih, menunggu Bawaslu bisa progresif. Tidak hanya menunggu adanya laporan masyarakat, tapi juga menjadikan temuan dugaan pelanggaran sebagai temuan dan bisa diproses,” tuturnya. []