JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu didesak untuk segera memperbaiki proses penanganan perkara dugaan pelanggaran dan/atau sengketa pemilu. Lembaga pengawas pemilu tersebut harus mengantisipasi potensi membanjirnya perkara pada tahapan pemilu berikutnya.
“Kami mengapresiasi mekanisme penyelesaian pelanggaran administratif yang dilakukan Bawaslu dalam sub-tahapan pendaftaran partai politik pekan lalu. Ini mekanisme baru, tetapi Bawaslu bisa membuat putusan yang fair,” kata Direktur Kode Inisiatif Veri Junaedi, Minggu kemarin, di Jakarta.
Rabu (15/11) lalu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerima pengaduan sembilan partai politik yang pendaftarannya tidak diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bawaslu memerintahkan KPU memperbaiki tata cara dan prosedur pendaftaran dengan menerima pendaftaran kesembilan partai itu (Kompas, 16/11).
Selama persidangan, dugaan pelanggaran administratif yang dilakukan KPU beberapa waktu lalu, Kode Inisiatif mencatat sejumlah hal yang perlu diperbaiki Bawaslu. Veri mengatakan, perbaikan perlu dilakukan dalam beberapa hal seperti tata tertib persidangan, manajemen penanganan perkara, pengaturan teknis persidangan, aturan persidangan, dan kesempatan para pihak menghadirkan ahli.
“Dari beberapa poin itu, Bawaslu harus memperhatikan dua hal yang utama, yaitu regulasi dan manajemen penanganan perkara. Hingga kini, peraturan Bawaslu mengenai hukum acara penanganan perkara belum disahkan. Bawaslu harus segera mendorong Komisi II DPR untuk menjadwalkan rapat konsultasi membahas draf peraturan itu. Ada potensi munculnya perkara sengketa berikutnya, misalnya dari hasil verifikasi administratif partai,” ujar Veri.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Idaman Ramdansyah mengungkapkan kekhawatirannya akan adanya perubahan data dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Pihaknya bisa membuktikan terjadinya perubahan data Sipol dalam persidangan di Bawaslu.
“Ada dokumen kosong di beberapa wilayah yang kami temukan, terutama di wilayah timur Indonesia. Seharusnya laman itu diberi status quo dan tidak boleh diubah oleh siapa pun juga. Akan tetapi, hari berikutnya laman itu berubah,” ujarny
Menurut mantan anggota Panwaslu Provinsi DKI Jakarta itu, seharusnya ketika sudah dinyatakan akan digunakan sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan pemilu, Sipol bisa diandalkan sebagai sebuah sistem yang transparan.
“Namun, kalau belum, jangan digunakan,” kata Ramdansyah.
Ramdansyah khawatir, jika sistem yang sama terus digunakan, sengketa akan banyak terjadi selama proses pemilu.
Atas dasar itulah, menurut Veri, sebaiknya KPU menyusun kode perilaku yang diharapkan bisa menjaga integritas dan kewibawaan penyelenggara pemilu.
Veri pun menyarankan perlunya mekanisme audit terhadap Sipol yang bisa dilakukan Bawaslu. Hal itu penting untuk menjaga kredibilitas penyelenggaraan pemilu berlangsung.
“Perubahan itu kan karena kendalinya di internal, maka pekerjaan berikutnya adalah audit sistem,” kata Veri. (MHD)
Sumber : https://kompas.id/baca/polhuk/politik/2017/11/20/perbaiki-mekanisme-penanganan-perkara/