October 15, 2024

Peretasan Jadi Evaluasi untuk Pemilu 2019

JAKARTA, KOMPAS- Peretasan terhadap sistem informasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum pada pilkada serentak 2018 menjadi bahan evaluasi sebelum penyelenggaraan Pemilu 2019. KPU didorong lebih serius membenahi sistem informasi untuk menunjang tahapan pemilu karena sistem itu menjadi ”mahkota” KPU dalam menjamin transparansi informasi guna membangun kepercayaan publik.

Sejak hari pemungutan suara pilkada serentak 2018 pada 27 Juni lalu usai, laman daring infopemilu.kpu.go.id yang menampilkan data hasil rekapitulasi cepat hasil pilkada ataupun data lain tahapan pilkada diserang peretas. Serangan itu semakin gencar sehingga beberapa hari terakhir laman informasi daring tersebut ”ditutup” sementara oleh KPU untuk perbaikan sistem dan data.

”Dampak peretasan itu adalah ada perubahan informasi yang disampaikan kepada masyarakat di beberapa daerah. Ada perubahan sehingga tidak sesuai dengan apa yang kami kumpulkan melalui data C1 (hasil rekapitulasi suara di tempat pemungutan suara),” kata anggota KPU, Ilham Saputra, Selasa (3/7/2018), di Gedung KPU, Jakarta.

Namun, dia juga meminta publik tidak perlu cemas peretasan itu akan mengubah hasil pilkada. Ini karena proses rekapitulasi dan penetapan perolehan suara kandidat kepala daerah dilakukan secara manual dan berjenjang di tingkat kecamatan, kabupaten dan kota, serta provinsi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, selain serangan ke sistem informasi KPU, peretas juga meretas Whatsapp milik salah seorang operator sistem informasi penghitungan suara (Situng), lalu mengeluarkan semua anggota grup yang diisi operator Situng dari seluruh Indonesia yang digunakan untuk koordinasi. Telepon genggam sejumlah petugas KPU yang menangani data juga dihujani telepon dari nomor tidak dikenal melalui Whatsapp call tanpa henti selama berjam- jam.

Ilham mengaku peretasan ini akan menjadi bahan evaluasi bagi KPU untuk memperkuat sistem informasi menyambut Pemilu 2019. Pada pilkada serentak 2015 dan 2017, tidak ada serangan yang sampai mengganggu secara serius sistem informasi KPU. Dia menduga, peretasan yang masif kali ini disebabkan pilkada serentak 2018 dianggap sebagai cerminan Pemilu 2019 dengan jumlah pemilih yang besar serta melibatkan daerah strategis.

”Bisa juga karena ada ketidakpuasan beberapa pihak atas hasil dan juga mungkin karena ini dianggap miniatur pemilihan legislatif dan pemilihan presiden,” kata Ilham.

Perhatian serius

Direktur Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Sigit Pamungkas menilai peretasan ini menjadi salah satu indikasi bahwa KPU belum memberikan perhatian serius terhadap teknologi informasi untuk tahapan pemilu. KPU masih mengandalkan pola lama, belum memperbaiki tata kerja dan kualitas tata kelola teknologi informasi dari KPU periode terdahulu. Dia berharap anggota KPU bisa memberikan perhatian yang lebih serius untuk mengamati hambatan dan mencari solusi.

”Anggota KPU harus masuk secara mendalam dan memahami cara kerja teknologi informasi ini sehingga bisa cepat memahami keluhan yang terjadi di tingkat teknis, lalu bisa mengambil keputusan cepat,” kata Sigit.

Dia juga mendorong perbaikan menyeluruh sistem informasi KPU. Sigit mengingatkan bahwa sistem informasi merupakan ”mahkota” KPU yang membuat penyelenggara pemilu transparan dan bisa meraih kepercayaan publik. Jika persoalan peretasan dan sistem informasi tak segera dituntaskan, dia khawatir terjadi kemunduran kepercayaan publik.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menyampaikan, peretasan situs resmi KPU telah ditangani bersama. Tim Cyber Crime Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara sudah memperkuat firewall.

”Ada tim siber Polri bersama Kominfo dan BSSN untuk memperkuat firewall sekaligus melacak pelaku peretasan,” kata Tito.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menyebutkan, perkara peretasan situs resmi KPU tengah diselidiki. Motif peretasan situs KPU yang dilakukan bertepatan dengan penyelenggaraan Pilkada 2018 juga sedang dicari. ”Intinya, hack itu tidak memengaruhi nilai perolehan. Sekarang, pelaku sedang dicari, motifnya apa,” ujar Ari. (RIANA A IBRAHIM DAN ANTHONY LEE)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 4 Juli 2018 di halaman 2 dengan judul “Peretasan Jadi Evaluasi untuk Pemilu 2019”. https://kompas.id/baca/utama/2018/07/04/peretasan-jadi-evaluasi-untuk-pemilu-2019/