Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai Mahkamah Agung (MA) gagal menafsirkan syarat minimal usia pencalonan kepala daerah. Untuk itu, Perludem mendorong Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan pada majelis hakim yang bertugas dalam perkara uji materiil batas minimal usia calon kepala daerah.
Perludem menganggap MA melalui Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 telah mencampuradukkan antara syarat pencalonan kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah. Padahal kedua hal tersebut memiliki akibat hukum yang berbeda, terlebih UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan pelantikan bagi calon terpilih.
“Jika ditelisik ketentuan-ketentuan persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah yang secara tegas diatur pada Bab III UU 10/2016, maka seharusnya tidak dapat ditafsirkan berbeda makna Pasal 7 huruf e yang termasuk dalam syarat pencalonan,” tulis Perludem di siaran pers (30/5).
MA mengabulkan permohonan Hak Uji Materi (HUM) yang dimohonkan oleh Ketua Partai Garuda Ahmad Ridha Sabanai terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpandangan Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan di Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Perludem juga memandang usaha Partai Garuda menguji Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 memiliki kemiripan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres. Terlebih Partai Garuda dipandang memaksakan dalil-dalil permohonan, khususnya terkait status calon kepala darah.
“Sehingga ketentuan Pasal 7 huruf e UU 10/2016 seharusnya dimaknai sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk mendapatkan status calon kepala daerah dan harus dipenuhi pada saat yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon kepala daerah,” jelasnya.
Sebelumnya, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 mengatur bahwa syarat usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun saat ditetapkan sebagai kandidat peserta Pilkada. Sementara batas usia untuk calon bupati atau walikota dan wakilnya adalah 25 tahun ketika ditetapkan KPU sebagai peserta.
“KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan ini karena sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan UU Pilkada,” tegas Perludem.