Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut ada kemungkinan perkara-perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024 yang masuk jadwal sidang pembacaan putusan dismissal tidak lanjut ke tahap selanjutnya. Jika hal itu terjadi maka tersisa 90 perkara yang akan memasuki sidang pembuktian kebenaran dalil-dalil yang diajukan. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan PHPU Pileg 2019.
“Saat itu, dalam catatan Perludem hanya sekitar 30 perkara yang lanjut hingga pembuktian hingga akhirnya cuma 13 perkara yang dikabulkan di putusan akhir,” kata peneliti Perludem, Ihsan Maulana, dalam diskusi “Peluncuran Hasil Pemantauan Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif di Mahkamah Konstitusi” di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat (20/5).
Selain itu, Ihsan juga menyoroti bagaimana sikap MK terhadap isu afirmasi keterwakilan perempuan yang diajukan ke MK karena tidak terpenuhinya kuota 30 perempuan di beberapa partai pada dapil tertentu. Perludem mencatat hal itu terjadi di sengketa pileg DPRD Provinsi Gorontalo, sebanyak empat partai gagal memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, Partai Nasdem, dan Partai Demokrat. Keempat partai tersebut angka keterwakilan perempuan masing-masing hanya 27,7 persen.
“Kalau MK tidak melanjutkan perkara atau bahkan tidak mengabulkan dalil 30 persen, ini akan menjadi preseden buruk bagaimana mekanisme pembulatan ke bawah yang dilakukan KPU dalam PKPU yang cacat dalam konteks rule of law. Ini akan jadi legitimasi yang buruk bagi peningkatan keterwakilan perempuan ke depan,” jelas Ihsan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Nomor 24 P/HUM/2023, menyatakan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang mekanisme penghitungan 30 persen bakal caleg perempuan bertentangan dengan UU Pemilu. Putusan MA tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pembulatan ke atas. []