Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu direvisi dengan memasukan ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas DPR RI 2025-2029. Menurut Perludem, jika melihat dari proses dan hasil pemilu, tujuan untuk menguatkan sistem presidensial masih belum mencapai apa yang diinginkan.
“Pada Pemilu 2019 kita mengalami kompleksitas yang luar biasa, dan pemilu serentak lima kotak kita ulangi lagi pada Pemilu 2024,” kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati saat rapat bersama Badan Legislasi atau Baleg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, (30/10).
Khoirunnisa menyebut kompleksitas terjadi karena banyaknya surat suara yang tidak sah dampak dari masalah yang dialami oleh pemilih. Pada 2019, terdapat sekitar 17 juta suara yang tidak sah dan pada 2024 ada sekitar 15 juta surat suara yang tidak sah. Ia memprediksi revisi UU Pemilu bakal memperdebatkan lagi soal pemungutan suara dengan sistem terbuka atau tertutup.
“Biasanya perdebatan kerasnya pada isu itu saja, padahal menurut kami banyak hal lain yang sebetulnya juga penting untuk ditelusuri kembali,” kata dia.
Lebih lanjut, Khoirunnisa menuturkan revisi UU Pemilu diperlukan karena undang-undang tersebut yang paling banyak diuji di MK. UU Pemilu telah diuji sebanyak 134 kali sejak disahkan. Ia menuturkan, sebenarnya setelah Pemilu 2019 sudah ada keinginan merevisi UU Pemilu, tetapi batal karena karena pandemi Covid-19.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia menyebutkan terdapat delapan undang-undang politik yang dipertimbangkan untuk direvisi dengan metode omnibus law. Undang-undang tersebut antara lain UU Pemilu; UU Pilkada; UU Partai Politik; UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3; UU Pemerintah Desa; serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Saya tadi mengusulkan, kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law, karena itu saling terkait semua,” kata Doli usai rapat dengar pendapat umum di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, (30/10).
Berdasarkan hasil rapat, dari sejumlah UU tersebut, ada keinginan bersama untuk menyatukan UU Pemilu dan Pilkada. Usul tersebut juga disampaikan oleh Perludem yang hadir dalam rapat. Saat ini, UU Pemilu diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017, sedangkan Pilkada diatur lewat UU Nomor 10 Tahun 2016. Perludem mendorong UU Pemilu dan UU Pilkada disatukan dalam satu naskah atau kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada. []