August 8, 2024

Pilkada Berisiko Memperparah Pandemi

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah pada Desember 2020 sangat berisiko karena sejumlah tahapan berpotensi dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Jika tetap dipaksakan, penyebaran virus berpotensi kian meluas. Penyelenggara pemilu bersama pemerintah dan DPR hendaknya mempertimbangkan agar pemilihan digelar pada 2021.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (14/5/2020), mengatakan, kasus positif Covid-19 hingga hari ini masih tinggi. Demikian pula jumlah penderita Covid-19 terus bertambah setiap harinya.

Karena itu, ia khawatir jika pilkada serentak di 270 daerah dilanjutkan tahapannya dan tetap diselenggarakan tahun ini, akan membuat pandemi Covid-19 di Indonesia kian sulit untuk dikendalikan.

”Sekarang mau pilih penyakit atau mau pilih pemimpin? Kalau mau pilih penyakit, ya tidak apa-apa. Enggak usah buru-burulah kayak gini-gini. Malah bikin rumit lagi. Yang pasti data (kasus positif Covid-19 di negara) kita masih tinggi sekarang,” kata Yurianto.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum menyebutkan telah berkirim surat ke Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kompas (11/5/2020).

Ada dua pertanyaan yang disampaikan dalam surat itu. Pertama, kapan pandemi Covid-19 dinyatakan selesai dan aman. Kedua, jika pandemi dinyatakan selesai dan aman, apakah masih dibutuhkan tahapan pemulihan.

Jawaban atas pertanyaan itu ditunggu KPU untuk menentukan kelanjutan tahapan Pilkada 2020 yang terhenti akibat pandemi Covid-19. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi payung hukum penundaan Pilkada 2020 menyebutkan, waktu pemungutan suara yang semula digelar September 2020 ditunda menjadi Desember 2020.

Namun, jika pandemi belum selesai, penundaan bisa berlanjut. Seandainya pilkada digelar Desember, menurut KPU, tahapan pilkada harus sudah dilanjutkan mulai bulan depan.

Menurut Yurianto, jika surat telah diterima, keputusan tidak bisa segera dibuat sebab harus melibatkan keseluruhan tim dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Namun, untuk mencegah penyebaran Covid-19, Yurianto meminta penyelenggara pemilu mempertimbangkan melanjutkan tahapan pilkada secara virtual demi mencegah penyebaran Covid-19. ”Apakah bisa pilkada virtual? Kan yang dipertimbangkan penyakitnya. Jangan sampai malah terjadi sebaran penyakit yang tak karu-karuan,” ujar Yurianto.

Berpeluang diperpanjang

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU pun belum menerima jawaban atas surat yang dilayangkannya ke gugus tugas ataupun BNPB.

Namun, dalam diskusi kelompok terfokus guna merevisi Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020 yang digelar KPU, Rabu (13/5), perwakilan dari BNPB menyatakan tak bisa memastikan akhir dari pandemi. Bahkan, menurut Arief, perwakilan BNPB itu menyebutkan, status keadaan tertentu darurat bencana Covid-19 yang berlaku hingga 29 Mei 2020 berpeluang diperpanjang.

Sambil menunggu jawaban dari gugus tugas dan BNPB atas surat yang dilayangkan, KPU terus menggodok langkah-langkah untuk mencegah penyebaran Covid-19 di setiap tahapan.

Salah satunya, KPU membuka kemungkinan pencocokan dan penelitian data pemilih, tidak lagi dilakukan petugas dari rumah ke rumah. Namun, petugas cukup menanyakannya ke ketua RT atau RW setempat.

Selain itu, KPU berpikir untuk mengarahkan kampanye para calon kepala/wakil kepala daerah lebih banyak dilakukan di media daring. Adapun terkait kampanye terbuka calon, KPU tidak bisa melarangnya karena hal itu diamanatkan oleh UU No 10/2016 tentang Pilkada.

Pilkada 2021

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, penerapan ”normal baru” dalam pelaksanaan pilkada bakal menyulitkan KPU. Apalagi, hal itu akan berimplikasi pada pembengkakan anggaran. ”Lebih rumit lagi, anggaran penambahan anggaran tidak dijamin mekanismenya oleh Perppu No 2/2020,” ujarnya.

Alih-alih coba membuat ”normal baru”, ia mendorong KPU mempertimbangkan pendapat Yurianto. Titi pun sependapat dengan Yurianto, bahkan sejak awal Perludem telah menyarankan agar pilkada ditunda hingga 2021.

”Yang diperlukan adalah waktu yang memadai untuk menyiapkan segala perangkat pemilihan sehingga ketika kita melaksanakan pemilihan, kita bisa lebih memastikan pemilihan tidak akan mentransmisi atau menjadi medium penularan Covid-19. Makanya, kami sejak awal mendorong pilkada di 2021,” ujar Titi.

Jika pilkada digelar Desember dan tahapan pilkada lanjutan dimulai bulan depan, ada sejumlah tahapan yang akan melibatkan interaksi banyak orang sehingga berpotensi menjadi penyebaran Covid-19. Tahapan itu di antaranya verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, pencocokan data pemilih, kampanye, dan proses pemungutan hingga rekapitulasi suara.

”Harus diingat, pilkada bukan hanya hari pemungutan suara. Dengan situasi penambahan positif Covid-19, terutama kemarin angkanya naik, itu, kan, tidak serta-merta pandemi berakhir di Juni. Itu, bagi kami, sangat berisiko bagi penyelenggara, pemilih, dan calon peserta pilkada,” katanya. (NIKOLAUS HARBOWO/INGKI RINALDI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas https://bebas.kompas.id/baca/nusantara/2020/05/15/pilkada-berisiko-memperparah-pandemi/