August 8, 2024

Pilkada Masa Pandemi Menguntungkan Petahana?

Pilkada merupakan pesta demokrasi daerah, di mana calon kepala daerah dipilih secara demokratis dengan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pilkada kembali digelar pada 2020 di 270 Daerah, dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Sebanyak 220 daerah berpotensi terdapat petahana yang mencalonkan di pilkada.

Pilkada 2020 berbeda jika dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada sebelumnya karena saat ini Indonesia sedang dilanda wabah penyakit Covid-19. Melalui berbagai pertimbangan antara Komisi II DPR, Pemerintah dan KPU, menyepakati Pilkada serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020 sesuai dengan Perppu No 2 Tahun 2020 tentang Pilkada. Kepastian pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, ia mengemukakan kesepakatan juga sudah merujuk pertimbangan dan dukungan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terhadap pelaksanaan Pilkada.

Sifat pilkada yang membutuhkan biaya amat tinggi bertambah kebutuhannya karena situasi pandemi Covid-19. Para calon relatif lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan biaya yang bertambah ini.

Kewenangan petahana

Tapi bagi petahana yang masih bisa mencalonkan di pilkada, situasi pendemi yang membutuhkan biaya lebih tinggi dalam pencalonan bisa diatasi dengan politisasi dana bantuan sosial. Petahana punya kewenangan ini sedangkan calon lain tidak.

Penyelenggaraan pilkada di masa pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum calon petahana untuk lebih dekat dengan pemilih. Apalagi, jika ada calon petahana yang mengambil kesempatan dari kesempitan dengan memanfaatkan situasi pandemi sebagai ajang pencitraan.

Di sisi lain, komunikasi politik calon penantang petahana dengan masyarakat dalam kondisi pandemi Covid-19 sangat terbatas. Calon penantang tidak bisa bergerak seluas-luasnya dan mengumpulkan massa yang banyak. Di beberapa daerah masih melarang adanya kerumunan warga di tempat tertentu.

Kandidat mana pun memang akan kesulitan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat. Aturan yang melarang berkerumun masih berlaku. Namun, apabila calon penantang petahana tidak bergerak dari sekarang, ia akan tertinggal.

Sementara itu, petahana sudah dikenal luas oleh masyarakat. Calon petahana pun dapat memanfaatkan situasai pandemi Covid-19 ini untuk menarik simpati masyarakat.

Jika kepala daerah mampu menangani Covid-19  dengan baik, itu akan menjadi nilai tambah untuk calon petahana. Petahana berkesempatan memanfaatkan program bantuan penanganan Covid-19 yang disalurkan pemerintah pusat maupun daerah untuk memperoleh perhatian dari pemilih/masyarakat. Dengan cara menyalurkannya secara merata dan adil kepada masyarakat yang ekonomi nya terdampak Covid-19.

Apalagi kepala daerah turun langsung ke masyarakat membagikan sembako dan bantuan lain, itu akan menjadi nilai tambah di mata masyarakat. Jadi boleh dikatakan calon petahana sudah jalan duluan untuk menarik simpati dari konstituen.

Sementara itu, penantang petahana tak punya akses terhadap hal tersebut. Kalau pilkada saat ini dilaksanakan dalam situasi pandemi Covid-19 dengan protokol kesehatan, di mana ada batasan-batasan pertemuan massa, tentu lebih menguntungkan calon incumbent. Calon non-incumbent yang mungkin belum dikenal, amat butuh mengenalkan diri di tahapan pencalonan/kampanye.

Sebaliknya, pilkada di tengah pandemi Covid-19 merupakan ujian bagi calon berlatarbelakang petahana. Sebab, masyarakat akan menilai kepemimpinannya. Bagaimana ia memimpin di situasi normal dan bagaimana memimpin dalam situasi yang tidak normal.

Situasi pandemi Covid-19 menjadi kerugian bagi petahana. Ini terjadi kalau petahana yang mencalonkan di pilkada dinilai gagal dalam menangani Covid-19. Kewenangan bantuan sosial yang dilakukan baik akan menentukan pemilih memberikan suara ke petahana atau ke calon yang lain.

Kasus pandemi Covid-19  merupakan masalah yang saat ini menjadi perhatian publik. Situasi ini bisa menjadi ajang adu gagasan bagi petahana dan calon lainnya. Bisa jadi daya tarik tersendiri jika ini dibandingkan dengan situasi di luar pandemi. Kegagalan petahana menangani Covid-19  menjadi amunisi bagi lawannya dalam berkampanye.

Pandemi Covid-19 juga dapat menyebabkan kinerja petahana tak fokus. Apalagi jika terjadi perpecahan kongsi di tengah jalan antara kepala daerah itu sendiri dan wakilnya. Jika keduanya hendak maju kembali di pilkada tetapi tak lagi berpasangan, maka, baik kepala daerah maupun wakilnya akan bersaing merebut suara pemilih, termasuk dengan memanfaatkan situasi pandemi Covid-19. []

MUH. NANDI

Alumni Fakultas Hukum Universitas Andi Djemma Palopo

Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Palopo