August 8, 2024

Politik Nomor Urut 1 Perempuan Caleg

Pemilu 2024 punya tantangan yang lebih berat dalam cita parlemen yang lebih mewakili perempuan. Merujuk data yang telah diolah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pada Pemilu 2024, hanya ada 11 perempuan calon anggota DPR yang punya nomor urut 1.

Di antaranya, Daerah Pemilihan DKI Jakarta 1 yang meliputi Jakarta Timur pada Pemilihan Umum 2024. Di sini, nomor urut 1 hanya diwakilkan oleh dua perempuan caleg. Pertama, Siska, S.H., M.Hum. dari Partai Kebangkitan Nasional (PKN). Kedua, Afriyeni Noor, S.T. dari Partai Bulan Bintang (PBB).

Di Dapil DKI Jakarta 2 yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri pada Pemilu 2024, ada tujuh perempuan caleg yang mempunyai nomor urut 1. Pertama, Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kedua, Hj. Himmatul Aliyah, S.Sos., M.Si. dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ketiga, Christina Aryani, S.E., S.H., M.H. dari Partai Golongan Karya (Golkar). Keempat, Hj. Melani Leimena Suharli dari Partai Demokrat. Kelima, Liliana T. Tanoesoedibjo dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Keenam, Hj. Sintawati dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ketujuh, Dr. Hj. Nurdiati Akma, M.Si. dari Partai Ummat.

Di Daerah Pemilihan 3 yang meliputi Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu, ada dua perempuan caleg DPR yang bernomor urut 1. Pertama, Grace Natalie Lousia, S.E. dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kedua, Valencia H. Tanoesoedibjo dari Perindo.

Nomor urut 1 amat berperan menjadi salah satu penentu kemenangan dalam kontestasi pemilu. Kemungkinan terpilihnya lebih besar. Nomor 1 seringkali dianggap sebagai simbol juara atau kualitas terbaik. Inilah sebab, nomor urut 1 umumnya lebih mungkin diberikan kepada elite partai politik atau petahana dewan yang mencalonkan lagi di pemilu legislatif.

Nomor 1 memberikan keuntungan psikologis dan merek yang kuat. Pemilih cenderung memiliki persepsi bahwa nomor urut 1 mewakili sosok yang teruji dan berpengalaman. Selain itu, pemilih yang tidak memiliki waktu atau minat khusus untuk mempelajari seluruh daftar calon mungkin lebih cenderung memilih nomor urut 1 karena dianggap lebih mudah dan aman.

Selama ini, keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia masih belum memenuhi target 30%. Salah satunya karena amat sedikit perempuan caleg yang punya nomor urut 1. Padahal, keterwakilan perempuan dibutuhkan dalam pengambilan sebuah kebijakan dari parlemen. Harapannya, parlemen yang lebih mewakiki perempuan bisa lebih menghasilkan kebijakan untuk melindungi dan menciptakan keadilan bagi para perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Deskripsi di atas menggambarkan sulitnya perempuan dalam pencalonan di pemilu, apalagi keterpilihan. Ini memberikan pemahaman bahwasanya akses politik yang lebih afirmatif amat penting bagi kalangan perempuan. Makin banyak ketentuan afirmatif yang tepat bagi perempuan, makin mungkin perempuan dicalonkan dan terpilih.

Di luar aspek ketentuan hukum yang afirmatif, nama-nama perempuan yang punya nomor urut 1 dalam pencalonan pemilu DPR, didominasi dengan orang-orang yang memiliki akses politik lebih baik. Bentuk aksesnya bisa posisi jabatan sebagai elite partai, kekerabatan, atau kesiapan ekonomi.

Kehadiran perempuan yang sedikit ini kemudian diikuti dengan tokoh-tokoh besar nasional secara sosial dan politik dalam makna lain bukan perempuan biasa di Daerah Pemilihan Jakarta. Merujuk rekam jejak dan latar  belakang nama-nama perempuan caleg, ada yang berpengalaman sebagai menteri, anggota DPR di periode sebelumnya, istri dan anak seorang ketua umum partai, serta wakil dewan pembina partai. Ini semua menggambarkan bahwasanya perempuan-perempuan yang hadir merupakan seorang tokoh politik yang luar biasa. Maka, dapat disimpulkan bahwa, perempuan dari kalangan biasa dapat dikatakan sangat sulit untuk berpartisipasi dan mendapatkan nomor urut 1 di suatu partai.

Kebutuhan

Permasalahan keterwakilan perempuan di parlemen masih menjadi isu kritis yang mengindikasikan ketidakseimbangan gender dalam arena politik Indonesia. Meskipun sejumlah langkah telah diambil untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, keterwakilan perempuan masih jauh dari proporsi yang diharapkan.

Rendahnya jumlah perempuan di parlemen mencerminkan tantangan struktural dan budaya yang menghambat kemajuan kesetaraan gender. Faktor seperti bisa gender, peran tradisional yang masih melekat kuat, dan hambatan akses terhadap pendidikan dan sumber daya politik turut berkontribusi pada minimnya jumlah perempuan yang menduduki kursi legislatif.

Dibutuhkan upaya lebih lanjut dari pihak berwenang, partai politik, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong keterlibatan perempuan dalam politik. Dengan meningkatkan keterwakilan perempuan di DPR, Indonesia dapat meraih banyak manfaat. Di antaranya adalah manfaat di sektor legislatif yang lebih inklusif, memperkuat representasi kepentingan beragam dalam proses pembuatan kebijakan, dan menciptakan pondasi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan kesetaraan gender.

Kehadiran perempuan di parlemen juga akan menghasilkan keragaman perspektif. Perempuan mempunyai ragam pengalaman dan pengetahuan mengenai segala ketidakadilan yang terjadi, terutama dari diri dan kelompok perempuan. Kekerasan seksual, patriarki, dan sulitnya lapangan pekerjaan jauh lebih banyak dialami perempuan dibanding lelaki.

Keterwakilan perempuan di parlemen yang cukup mampu menciptakan sebuah pondasi bangsa yang kuat untuk memajukan Indonesia. Kebijakan dan keterlibatan baru yang lebih dibutuhkan perempuan lebih mungkin dicapai. Untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi perempuan dan pendidikan perempuan dibutuhkan adanya suatu kebijakan yang nantinya mampu untuk meningkatkan taraf kehidupan perempuan. Maka untuk menciptakan keterwakilan perempuan dibutuhkan kehadiran para perempuan untuk maju mengikuti rangkaian pemilu yang tujuannya ialah peningkatan keterwakilan parlemen dan perumusan kebijakan yang lebih adil gender. []

R. NAUFAL

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta