November 6, 2024

Politik Uang Terjadi di Banyak Daerah

JAKARTA, KOMPAS — Meski Pemilihan Kepala Daerah 2018 diselenggarakan di 171 daerah, sejumlah daerah mendapat perhatian lebih karena diduga rawan terjadi politik uang. Setidaknya ada 10 daerah yang terindikasi rawan, yakni Jawa Timur, Sumatera Utara, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Hasil ini diperoleh dari Indeks Kerawanan Pemilu Pilkada 2018 yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu. Dalam mengukur kerawanan ini, aspek politik uang juga menjadi instrumen pengukuran.

”Politik uang ini merupakan kerawanan yang diduga terjadi di banyak daerah pada pilkada sebelumnya. Sayangnya, pelanggaran ini sulit ditangani karena alasan pembuktian,” kata Ketua Bawaslu Abhan, di Jakarta, Selasa (27/2).

Secara terpisah, Kepala Satuan Tugas 1 Satgas Antipolitik Uang Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI Ajun Komisaris Besar Golkar Pangarso mengakui hal itu. Polisi berupaya menindaklanjuti dengan saksama dan melengkapi bukti sebelum diserahkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di daerah sehingga perkara politik uang bisa ditangani secara pidana.

”Selama ini, kami bisa langsung masuk jika indikasinya sudah masuk tindak pidana korupsi. Untuk politik uang yang masuk dalam tindak pidana pemilu, kami harus serahkan kepada Bawaslu atau Panwaslu untuk ditangani. Jadi, tidak bisa kami tangani sendiri. Karena itu, diupayakan bukti harus lengkap agar tidak berhenti,” tutur Golkar.

Penangkapan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Garut (Jawa Barat) Ade Sudrajat dan Ketua Panwaslu Garut Heru Hasan Basri, Sabtu (24/2), sudah masuk ranah tindak pidana korupsi sehingga polisi bisa bertindak. Polisi juga menangkap Didin Wahyudin, anggota tim pemenangan pasangan bakal calon Soni Sondani-Usep Nurdin dari jalur perseorangan. Ade dan Heri diduga menerima suap dari Didin terkait penetapan pasangan calon peserta Pilkada Garut. Polisi menyita satu mobil Daihatsu Sigra yang diberikan untuk Ade dan bukti transfer Rp 10 juta tertanggal 18 Februari kepada Heri.

Setelah penangkapan Ade dan Heru, Ketua KPU Arief Budiman meminta KPUD Garut segera mengatur ulang distribusi pekerjaan agar tahapan Pilkada Garut tidak terganggu dan tetap dipercaya masyarakat. Arief menekankan hal tersebut seusai menggelar rapat tertutup dengan KPUD Jabar dan KPUD Garut di Bandung, Selasa malam.

”Kasus ini bukan hanya merusak orang per orang, melainkan juga institusi penyelenggara pemilu. Bahkan, yang lebih besar, ini adalah ancaman bagi demokrasi kita,” ucap Arief.

Perhatian serius

Tingginya biaya politik menyebabkan perputaran uang di sejumlah wilayah lebih besar dibandingkan dengan di daerah lain. Salah satunya kerap disalahgunakan sebagai politik uang.

”Jawa ini penduduknya banyak. Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur ini harus mendapat perhatian yang serius. Karena jumlah pemilihnya banyak dan kandidatnya cenderung sama kuat, uang yang akan dihamburkan akan lebih banyak pastinya. Walau seluruh Indonesia punya kemungkinan untuk politik uang,” tutur Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif.

Syarif mengatakan, penindakan terhadap pelaku politik uang merupakan domain dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu dan Pengawas Pemilu. KPK dan Polri bisa langsung turun ketika tindakannya masuk tindak pidana korupsi dan suap yang melibatkan penyelenggara negara.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menyatakan, penangkapan anggota KPUD dan Ketua Panwaslu Garut menjadi preseden buruk yang bisa menggerus kepercayaan publik. (IAN/SEM)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 28 Februari 2018 di halaman 4 dengan judul “Politik Uang Terjadi di Banyak Daerah”. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/02/28/politik-uang-terjadi-di-banyak-daerah/