August 8, 2024

Punya Kewenangan Penuh, KPU Diminta Tegas Tentukan Jadwal Pemilu

Komisi Pemilihan Umum memiliki kewenangan penuh untuk menentukan hari pemungutan suara dan tahapan dalam Pemilu 2024, seperti amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena itu, untuk menyudahi beragam spekulasi yang berkembang, KPU didorong untuk tegas dan berani menyatakan sikap terkait jadwal pemungutan suara Pemilu 2024. Apalagi, konstitusi jelas menyebut bahwa KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang mandiri.

Dalam beberapa waktu terakhir, terkesan masih ada tarik ulur antara pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan penyelenggara pemilu terkait dengan tahapan dan jadwal Pemilu 2024. KPU mengajukan tanggal pemungutan suara pada 21 Februari 2024 dan pilkada pada 27 November 2024. Adapun pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mengusulkan 15 Mei 2024 untuk hari pemilu dan tidak keberatan dengan hari pemungutan suara pilkada sesuai usulan KPU.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan, Minggu (14/11/2021) di Jakarta, mengatakan, KPU sebaiknya tegas saja dalam menentukan jadwal dan tahapan Pemilu 2024. Sesuai dengan ketentuan UU, hal itu menjadi kewenangan KPU. Secara politis, baik pemerintah maupun DPR juga menyatakan tidak akan merevisi UU Pemilu ataupun UU Pilkada sehingga semestinya urusan politis terkait dalam penentuan jadwal dan tahapan pemilu itu tidak mendominasi.

”Urusan politik semestinya sudah selesai karena UU Pemilu sudah jelas mengatakan pemilu digelar serentak. UU juga mengatakan, pihak yang menentukan jadwal pemilu adalah KPU. Selama UU itu tidak diubah, artinya sudah tidak ada urusan politik seharusnya dalam penentuan jadwal,” katanya.

Menurut Djayadi, hal yang saat ini harus dikedepankan ialah urusan teknis penyelenggaraan pemilu serentak. Dengan kata lain, pertimbangan teknis penyelenggaraan pemilu itulah yang mestinya dijadikan patokan utama dalam menentukan kapan pemilu dan pilkada digelar. Pihak yang mengetahui dan telah melakukan simulasi dengan detail mengenai penyelenggaraan pemilu dan pilkada itu adalah KPU. Oleh karena itu, pertimbangan teknis yang diajukan oleh KPU itulah yang mestinya dipertimbangkan dengan saksama oleh pemerintah dan DPR.

Apabila yang diharapkan dari penyelenggaraan Pemilu 2024 ialah efisiensi anggaran, KPU dan penyelenggara lainnya dapat mengatur kembali anggaran pemilu untuk disesuaikan. Misalnya, melalui penyederhanaan desain surat suara, pengaturan distribusi logistik, serta memperpendek masa kampanye. Semua itu dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan oleh UU Pemilu.

Kalau KPU sudah memperhitungkan jadwalnya dengan segala kemampuan teknis, personel, dan beban pekerjaan, termasuk dengan menghitung potensi putaran kedua pemilu presiden, dan pelaksanaan Pilkada 2024, menurut Djayadi, pemerintah dan DPR harus mendengarkan KPU.

”KPU tegas saja, menurut pertimbangan KPU begini kalau dilakukan di bulan Februari. Kalau dilakukan Mei akan muncul komplikasi begini. Karena itu soal teknis penyelenggaraan, KPU yang paling paham dan pemerintah maupun DPR harus mendengarkan ini,” kata Djayadi.

KPU juga tidak harus tersandera dengan hasil rapat konsultasi dengan DPR ataupun pemerintah. Sebab, konstitusi telah menegaskan KPU sebagai lembaga mandiri, tetap, dan bersifat nasional. Rapat dengan pemerintah dan DPR sifatnya hanya konsultasi dan menerima masukan, tetapi keputusan tetap di tangan KPU.

”KPU yakin dan tegas saja bahwa berdasarkan pertimbangan teknis dan administratif penyelenggaraan pemilu, waktu yang paling mungkin itu Februari 2024. Kalau KPU sudah yakin, tinggal disosialisasikan saja,” tuturnya.

Semakin lama keputusan mengenai jadwal dan tahapan Pemilu ini digantung, diperkirakan akan kian memantik kecurigaan ada keinginan dari pemerintah untuk mengubah jadwal pemilu atau pilkada. Spekulasi politik ini pun bisa semakin liar jika dikaitkan dengan wacana amandemen UUD 1945.

KPU yakin dan tegas saja bahwa berdasarkan pertimbangan teknis dan administratif penyelenggaraan pemilu, waktu yang paling mungkin itu Februari 2024. Kalau KPU sudah yakin, tinggal disosialisasikan saja.

Efektivitas pemerintahan

Salah satu alasan yang mengemuka mengapa pemerintah dan sejumlah fraksi di DPR mempertimbangkan untuk memundurkan pemilu dari Februari ke Mei ialah untuk menjamin efektivitas pemerintahan. Jika pemilu digelar Mei 2024, tidak akan terlalu lama menunggu waktu pelantikan Presiden-Wakil Presiden terpilih pada Oktober 2024.

Namun, jika pemilu dilakukan pada Februari 2024, ada waktu sekitar 8 bulan menunggu pelantikan. Waktu transisi kekuasaan yang cukup lama itu dikhawatirkan mengganggu efektivitas pemerintahan. Ini karena pemerintah yang ada saat ini masih bekerja, sementara transisi kekuasaan kepada presiden terpilih sudah mulai berjalan.

Persoalan efektivitas pemerintahan itu, menurut Djayadi, sebenarnya bukan suatu kendala. Pasalnya, Indonesia sudah terbiasa melakukan transisi kekuasaan dari hasil pemilu atau pilkada. ”Saya pikir alasan itu dibuat-buat saja. Sebab, kita sudah terbiasa dengan transisi kekuasaan. Rentang waktu yang lama itu justru harus dipandang positif karena dapat digunakan memuluskan proses koordinasi dalam transisi kekuasaan dari pemerintahan yang lama ke pemerintahan baru,” katanya.

Presiden dan wapres terpilih pun juga diyakini tidak akan mengganggu pemerintahan yang masih berkuasa. ”Untuk apa mengganggu presiden yang lama, kan, tidak ada gunanya. Presiden lama juga tidak akan mengganggu presiden yang baru. Justru mereka dapat berkoordinasi dalam menyiapkan transisi kekuasaan, yakni antara tim transisi pemerintahan lama dengan tim transisi pemerintahan baru,” ujar Djayadi.

Dengarkan semua pihak

Menanggapi dorongan tersebut, anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, KPU berterima kasih dan mengapresiasi semua masukan yang disampaikan. Namun, mengingat Pemilu dan Pilkada 2024 adalah agenda nasional yang sangat strategis, kompleks, dan semua dilangsungkan serentak pada tahun yang sama, KPU menilai masukan dan kajian yang disampaikan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder) penting untuk didengarkan.

”Hal ini menjadi penting agar keputusan yang diambil terkait program, jadwal, dan tahapan betul-betul tepat, komprehensif serta dapat dilaksanakan secara efektif. Jadi, kajian semua pihak perlu dihormati sebagai bentuk partisipasi stakeholder terkait. Selanjutnya berdasarkan kajian-kajian tersebut dilakukan koordinasi,” katanya.

Jika semua proses mulai dari kajian, komunikasi, dan koordinasi dilakukan, menurut Raka, pada saatnya tentu jadwal itu perlu ditetapkan. Hal ini penting untk memberikan kepastian hukum terkait penyelenggaraan tahapan.

Saat ini, dalam menghadapi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024, KPU secara terus-menerus melakukan persiapan-persiapan dalam segala aspek yang terkait tata kelola penyelenggaraan sesuai dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban KPU.

”Pada prinsipnya persiapan-persiapan yang dibutuhkan tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, jadwal Pemilu 2024 dapat ditetapkan,” ujarnya.

KPU kini masih menunggu jadwal rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR dan pemerintah untuk menetapkan jadwal dan tahapan Pemilu 2024. ”Sesuai dengan pembahasan terdahulu direncanakan akan dilakukan RDP kembali. Jika jadwal sudah ditentukan, tentu KPU akan hadir dan mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai agenda yang akan dibahas,” tutur Raka.

DPR dorong percepatan

Sekalipun masih ada perbedaan pendapat di antara fraksi-fraksi di DPR, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim mengatakan, KPU diharapkan tegak lurus sebagai pelaksana UU. KPU di antaranya diberi tugas konstitusional untuk menetapkan waktu pemungutan suara pemilu. Kewenangan ini diatur Pasal 347 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyebutkan secara eksplisit bahwa hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara ditetapkan dengan keputusan KPU.

”Jelas dan terang perintah undang-undang ini. Karena itu, KPU tidak perlu ragu sedikitpun. Ini semua demi menjaga keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara Indonesia,” katanya.

Luqman mengatakan, posisi Komisi II DPR dan pemerintah dalam hal penetapan waktu dan tanggal hari H pemilu hanyalah memberikan saran dan pertimbangan konsultatif melalui rapat kerja atau rapat dengar pendapat umum (RDPU).

”Penting juga saya ingatkan, rencana pemungutan suara Pemilu tanggal 21 Februari 2024 bukanlah semata-mata usulan KPU. Tanggal itu merupakan keputusan rapat Tim Kerja Bersama yang terdiri dari Komisi II DPR RI, Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP,” katanya.

Sebagai pimpinan Komisi II DPR, Luqman dapat memahami kenapa hari pemungutan suara pemilu diputuskan tanggal 21 Februari 2024. Di antara pertimbangan utamanya ialah agar terdapat jeda waktu yang cukup antara pemilu dengan pilkada serentak yang akan digelar pada November 2024. Dengan demikian, antara tahapan pemilu dan pilkada tidak saling bertabrakan.

Pertimbangan penting lainnya, agar pelaksanaan puncak kampanye Pemilu tidak berbarengan dengan bulan Ramadhan. Kampanye pemilu dikhawatirkan dapat mengganggu umat Islam yang berkewajiban menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.

Usulan Pemilu, 15 Mei 2024, menurut Luqman, juga tidak mempertimbangkan pentingnya waktu yang cukup bagi masyarakat dan partai politik untuk mempersiapkan calon-calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada serentak November 2024.

Belum dijadwalkan

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, sampai saat ini belum dijadwalkan rapat konsinyering ataupun RDPU dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu. Namun, pihaknya berharap penentuan jadwal itu dapat dilakukan dalam masa sidang ini.

Berbeda dengan PKB, Fraksi Nasdem mendorong agar pemilu dilakukan pada 15 Mei 2024. Alasannya ialah untuk memastikan efektivitas pemerintahan terjaga.

Dari informasi yang dihimpun Kompas, fraksi-fraksi memang masih berbeda pendapat dalam rapat konsinyering terakhir, Oktober 2021. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), PKB, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung Pemilu 21 Februari 2024. Adapun Nasdem, Golkar, Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN) lebih mendukung Pemilu 15 Mei 2024 dengan sejumlah catatan.

Sementara itu, hingga Minggu siang, jumlah pendaftar seleksi KPU dan Bawaslu berjumlah 679 orang. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Rinciannya, 379 orang pendaftar seleksi anggota KPU dan 300 orang pendaftar seleksi anggota Bawaslu.

”Jumlah ini sudah lebih banyak dari pendaftar seleksi anggota KPU dan Bawaslu, lima tahun lalu,” kata Juri Ardiantoro, Ketua Panitia Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu. Pendaftaran seleksi anggota KPU dan Bawaslu itu sendiri akan akan ditutup pada Senin ini. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/11/14/punya-kewenangan-penuh-kpu-diminta-tegas-tentukan-hari-pemilu