August 8, 2024

Pusat Harus Berani Larang Politisasi Bansos

Sejumlah gubernur mulai tegas melarang bupati dan wali kota di daerahnya memolitisasi bantuan sosial bagi warga terdampak pandemi Covid-19. Seyogianya, larangan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri sebagai wakil pemerintah pusat agar menjadi perhatian pemerintah daerah, terutama di 270 daerah penyelenggara pemilihan kepala daerah serentak tahun ini.

Hingga Selasa (12/5/2020), setidaknya ada dua gubernur yang mengeluarkan surat edaran berisi larangan penggunaan bansos untuk kepentingan politik. Selain Gubernur Riau Syamsuar, yang suratnya ditandatangani 8 Mei lalu, juga Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, 5 Mei lalu. Surat ditujukan kepada para bupati dan wali kota di wilayahnya.

Isi surat edaran kedua gubernur itu relatif sama, di antaranya meminta kepala daerah tak memanfaatkan bansos, baik dari APBN maupun APBD untuk kepentingan politik, penyalurannya juga dilarang mencantumkan nama dan foto kepala daerah dan wakilnya. Cukup logo dan nama kabupaten atau kota.

“Isi surat edaran kedua gubernur itu relatif sama, di antaranya meminta kepala daerah tak memanfaatkan bansos, baik dari APBN maupun APBD untuk kepentingan politik, penyalurannya juga dilarang mencantumkan nama dan foto kepala daerah dan wakilnya. Cukup logo dan nama kabupaten atau kota”

Saat dihubungi, Selasa (12/5), Syamsuar mengatakan, peringatan itu sangat penting agar jadi perhatian kepala daerah yang ikut Pilkada 2020. Di Riau, ada sembilan kabupaten/kota akan menggelar pilkada tahun ini. “Beberapa potensi lanjut dikhawatirkan adanya penyalahgunaan hal itu (bansos). Jangan sampai APBD atau APBN dipakai untuk kepentingan politik. Tak tepat momennya dan tak etis,” ujarnya.

Syamsuar menambahkan langkahnya dilakukan menyusul Badan Pengawas Pemilu mengingatkan larangan serupa. Menteri Dalam Negeri sebenarnya mengeluarkan surat edaran berisi upaya preventif agar kepala daerah sebagai petahana tak menyalahgunakan wewenangnya. Namun, SE Nomor 273/487/SJ tentang Penegasan dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, tak meliputi politisasi bansos. “Kalau di daerah, kan, kami paham. Sebab, kalau ada kepala daerah yang ditangkap atau ditahan, kan, membuat kita malu juga” tuturnya.

Ditingkatkan ke pusat

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengapresiasi langkah dua gubernur itu. Namun, langkah tersebut tak lengkap jika hanya dilakukan dua gubernur. Karena itu, seyogianya, larangan politisasi bansos bisa ditingkatkan jadi SE Mendagri selaku pelaksana pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah.

“Banyak kepala daerah yang bandel-bandel atau gubernur yang tak peduli dengan fungsi wakil pemerintah pusat apalagi dia juga mau maju lagi. Jadi, SE gubernur itu harus ditingkatkan,” ujar Djohermansyah.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah 2010-2014 Kemendagri menegaskan, pusat dapat memberhentikan pemimpin daerah yang memolitisasi bansos. Payung hukumnya UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Langkah kedua gubernur itu sebaiknya diikuti gubernur lainnya agar pengawasan tak hanya bergantung pada pusat. Sebab, gubernur itu wakil pusat di daerah”

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menambahkan, langkah kedua gubernur itu sebaiknya diikuti gubernur lainnya agar pengawasan tak hanya bergantung pada pusat. Sebab, gubernur itu wakil pusat di daerah.

Sementara, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyampaikan, pihaknya menunggu KPU menetapkan tanggal penetapan calon agar bisa menindak kepala daerah yang memolitisasi bansos. “Harus ada penetapan calon lebih dahulu,” kata Fritz

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Alwan Ola Riantoby mengatakan dari pada sibuk mencari payung hukum untuk menjerat dan menindak dugaan politisasi bansos, penyelenggara pemilu sebaiknya fokus pada pendidikan pemilih. Kekuatan pemilih dalam pilkada semestinya bisa dioptimalkan lewat pendidikan pemilih untuk menolak politisasi bansos di masa Covid-19. (NICOLAUS HERBOWO, INGKI RINALDI DAN M IKHSAN MAHAR)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2020/05/13/pusat-harus-berani-larang-politisasi-bansos/