August 8, 2024

Puskapol UI: Perempuan Punya Peran Penting Dukung Insiatif Anti Korupsi

Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengatakan perempuan mempunyai peran penting mendukung inisiatif anti korupsi di lingkungan pemerintahan. Hal itu didasarkan survei pada 205 anggota KPU dan Bawaslu Provinsi, serta wawancara mendalam untuk menggali pandangan isu gender dan korupsi di lembaga legislatif dan lembaga penyelenggara pemilu sebagai institusi yang memiliki regulasi keterwakilan politik perempuan.

“Temuan riset kami memperlihatkan bahwa peran perempuan untuk mendukung inisiatif anti korupsi sudah terlihat, namun ruang lingkupnya masih dalam skala kecil,” kata asisten peneliti Puskapol UI, Whinda Yustisia dalam diskusi “Are Women Less Corrupt?” di kawasan Tebet, Jakarta Selatan (10/7).

Berdasarkan hasil temuan penelitian tersebut, setidaknya sepanjang tahun 2004-2023 terdapat 34 kasus korupsi yang melibatkan 73 anggota DPR, yang dilakukan oleh 62 laki-laki dan 11 sisanya perempuan. Sementara di lembaga penyelenggara pemilu, terdapat 18 kasus korupsi di KPU sepanjang tahun 2004-2019 dilakukan oleh 29 laki-laki dan hanya 1 orang perempuan. Kemudian di Bawaslu sebanyak 13 kasus korupsi di Bawaslu sejak tahun 2013-2023 melibatkan 12 laki-laki, 4 perempuan.

Selain itu, menurut Whinda keterlibatan dan agensi perempuan dalam inisiatif anti korupsi tidak cukup hanya pada level individu, tetapi membutuhkan dukungan organisasional dan struktur politik lembaga untuk menginisiasi agenda anti korupsi. Menurutnya perlu intervensi kelembagaan untuk menciptakan iklim dan ekosistem anti korupsi, termasuk intervensi untuk memperkuat agensi perempuan dalam inisiatif anti korupsi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Puskapol UI, Hurriyah, merekomendasikan dua strategi untuk menciptakan lingkungan antikorupsi. Pertama, memasukkan agenda antikorupsi dalam kelembagaan dengan memasukkan aturan dalam regulasi terkait perlindungan identitas dan integritas sebagai pelapor serta memberikan perlindungan hukum. Selain itu diperlukan juga memasukkan kurikulum pendidikan anti korupsi.

“Kedua, memperkuat agensi perempuan dalam inisiatif anti korupsi di lembaga legislatif dan lembaga penyelenggara pemilu. Untuk melakukan hal tersebut, DPR RI perlu mengembalikan aturan kuota 30% perempuan dalam kepemimpinan di Alat Kelengkapan Dewan (AKD),” kata Hurriyah.

Selain itu, lembaga juga perlu memberikan penghargaan terhadap integritas dan keberanian dalam melaporkan pelanggaran dan penyalahgunaan, dan memperkuat peran Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI) pusat dan daerah. Upaya tersebut untuk mengutamakan isu antikorupsi melalui kemitraan strategis dengan KPK dan masyarakat sipil. []