Bawaslu Diminta Kesampingkan Sifat Wajib Sipol
JAKARTA, KOMPAS — Proses penanganan dugaan pelanggaran administrasi terkait pendaftaran partai peserta Pemilu 2019 oleh Bawaslu dipertanyakan. Ini khususnya karena Bawaslu menerima permohonan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia di bawah kepengurusan Haris Sudarno.
Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan partai politik adalah partai yang memperoleh legalitas berupa surat keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Makanya, kami agak bingung saat Bawaslu menerima permohonan dari PKPI yang tidak mendapat SK Kemenkumham,” ujar komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dalam diskusi bertajuk “Verifikasi Partai Politik” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/11).
Selain Wahyu, hadir pula sebagai pembicara, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Arwani Thomafi dan Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq.
Menurut Wahyu, PKPI yang memperoleh SK Kemenkumham hanyalah PKPI kepengurusan AM Hendropriyono. Oleh karena itu, jika Bawaslu menerima laporan dugaan pelanggaran dari PKPI di luar kepengurusan Hendropriyono, seharusnya Bawaslu menolak laporan itu.
Dasar undang-undang, khususnya UU Partai Politik dan UU Pemilu, itu pula yang selalu menjadi pijakan KPU. Jadi, KPU hanya memproses pendaftaran partai yang memiliki SK Kemenkumham.
Dengan cara pandang Bawaslu yang berbeda, menurut Wahyu, akan muncul ketidakpastian hukum. Padahal, dalam pemilu, prinsip yang harus dikedepankan adalah kepastian hukum. Meski demikian, KPU tetap menghormati keputusan Bawaslu.
Terkait hal tersebut, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, permohonan yang diajukan dua kepengurusan PKPI itu memenuhi syarat formil dan materiil. Lagi pula, dalam pelaporan dugaan pelanggaran administrasi tersebut, yang menjadi subyek (pemohon) adalah warga negara.
“Soal PKPI yang mana yang akan diputuskan oleh Bawaslu, akan dipertimbangkan dalam putusan akhir setelah pemeriksaan pokok perkara,” ujar Abhan.
Landasan hukum
Dalam sidang dugaan pelanggaran administrasi kemarin, Bawaslu memutuskan untuk melanjutkan permohonan yang diajukan Partai Rakyat, Partai Swara Rakyat Indonesia, dan Partai Indonesia Kerja. Ditambah putusan Bawaslu sebelumnya, maka ada 10 pelaporan pelanggaran administrasi yang prosesnya diteruskan.
Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) muncul dalam mayoritas pokok aduan pelanggaran administrasi. Bawaslu pun diminta untuk mengesampingkan sifat wajib Sipol.
Selain itu, sebagian besar pemohon juga mengungkapkan Sipol bermasalah. Masalah itu di antaranya kerap terganggu sehingga menghambat pengunggahan data, rentan gangguan peretas, waktu pengisian data terlalu singkat, dan tidak memiliki landasan hukum.
Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), mengatakan, UU Pemilu tidak mewajibkan Sipol, tetapi hanya sebagai sarana membantu kelancaran administrasi. Namun, dalam Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu 2019, Sipol diwajibkan. Ia menduga, tentu KPU akan berargumentasi agar pemohon persoalan tersebut ke Mahkamah Agung dengan mengajukan uji materi.
Namun, ia mengingatkan, menjelang Pemilu 2014, PBB juga melawan KPU di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta dalam kasus yang relatif sama. Undang-undang menyatakan syarat minimal keterwakilan perempuan dalam pengurus parpol minimal 30 persen hanya di tingkat pusat. Dalam peraturan KPU, kewajiban itu diterapkan hingga kabupaten dan kota. Saat itu PTTUN menyatakan, jika ada peraturan lebih rendah yang bertentangan dengan aturan lebih tinggi, pejabat negara wajib mengesampingkan aturan lebih rendah.
“Kami mohon majelis memedomani yurisprudensi PTTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap ini,” kata Yusril.
Menurut Yusril, PBB yakin bisa membuktikan bahwa persyaratan pendaftaran parpol bisa dipenuhi di 514 kabupaten dan kota. Dokumen-dokumen fisik sudah tersedia, tetapi kekurangan PBB hanya karena belum semua masuk dalam Sipol.
Persidangan dilanjutkan Jumat dengan agenda mendengar pokok permohonan dari pemohon yang tersisa, lalu mendengarkan jawaban dari KPU. (GAL/APA)
https://kompas.id/baca/polhuk/politik/2017/11/03/putusan-bawaslu-dipertanyakan/