Koalisi masyarakat sipil mendesak DPR dan Presiden menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kebebasan pers, dan upaya pemberantasan korupsi. Sejumlah pasal multitafsir berpotensi membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik, salah satunya pada Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik.
“Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik,” tulis koalisi dalam siaran pers (16/15).
Koalisi menegaskan RUU Penyiaran bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, karena tidak sejalan dengan nilai transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Karena karya investigasi merupakan salah satu bentuk paling efektif yang dihasilkan dari partisipasi publik dalam memberikan informasi dugaan pelanggaran kejahatan atau kebijakan publik. Jurnalisme investigasi juga bagian dari upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan lebih demokratis.
“Dalam beberapa waktu belakang, tidak sedikit regulasi yang diubah justru tidak sejalan dengan prinsip gerakan demokrasi, HAM, anti korupsi, hingga penyelamatan sumber daya alam. Seperti revisi UU KPK, UU Pemasyarakatan, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja. Adanya norma yang membatasi konten investigatif tersebut justru berpotensi semakin menghambat kerja-kerja masyarakat sipil,” tegas koalisi.
Selain itu karya investigasi jurnalistik dianggap bukan hanya sekadar pemberitaan, tetapi juga bentuk pencegahan korupsi khususnya di sektor publik. Sebab hasil liputan investigasi kerap kali menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan korupsi. Dengan larangan laporan jurnalistik investigatif, maka pers tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengontrol kekuasaan.
Koalisi juga menilai, ketentuan RUU Penyiaran tumpang tindih dengan regulasi lain khususnya yang menyangkut UU Pers dan kewenangan Dewan Pers. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur kode etik jurnalistik dan kewenangan Dewan Pers. Sementara ketentuan dalam RUU Penyiaran merupakan bentuk ancaman kemunduran demokrasi di Indonesia. Koalisi menegaskan, melarang penayangan jurnalisme investigasi sama dengan menjerumuskan Indonesia sebagai negara yang tidak demokratis.
“Ketentuan dalam RUU Penyiaran bertentangan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran,” tegas Koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil tersebut terdiri dari; Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH PERS, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Greenpeace Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Watchdoc, dan AJI Jakarta. []